Era digital sudah tak terelakkan.
Bahkan kehidupan manusia secara general sudah sangat bergantung kepada sebuah benda kecil yang kita sebut gadget.
Hal-hal yang tadinya cukup lama jika dikerjakan secara manual, sekarang hanya dalam hitungan detik saja.
Pekerjaan yang dulunya harus dilakukan oleh beberapa orang, sekarang cukup satu orang untuk meng-handlenya.
Imbasnya, para orangtua dan guru pendidik pun mau tak mau harus mengikuti “revolusi” ini.
Hal ini terlihat dari beberapa program sekolah atau materi ajar yang menggunakan gadget sebagai alat utamanya.
Satu contoh kecil misalnya meminta anak-anak mengumpulkan gambar bunga-bunga yang ada di Indonesia.
Kalau dulu, anak-anak harus hunting surat kabar bekas dari agen atau distributor di pasar terlebih dahulu.
Setelah ketemu gambar yang dicari, lalu digunting dan ditempelkan pada lembaran kertas.
Bakal makan waktu seharian penuh.
Tapi sekarang, anak-anak bisa lari ke warnet, lalu mengetikkan satu kata kunci dan di-print.
Voilaa! Tugas pun selesai.
Seperti halnya yang kita ketahui, bahwa teknologi selalu membawa dua dampak: positif dan negatif.
“Teknologi” dalam pembahasan ini adalah kemudahan di dalam mengakses internet,
dalam konteks ini adalah bagi anak-anak.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (Elly Risman) tahun 2005 melaporkan bahwa dari responden dengan rentang usia antara 9-12 tahun, 80% telah mengakses pornografi.
25 persen di antaranya mendapatkan akses itu dari ponsel,
20 persennya lagi dari situs-situs di internet,
sedang sisanya dari majalah, VCD, dan media lainnya.
Data dari dunia game online juga tak kalah mencengangkan.
Berdasarkan data di atas - kebebasan anak-anak untuk mengakses dunia maya - tentunya menjadi hal yang sangat mencemaskan.
Apalagi jika hal tersebut dilakukan di warnet, yang notabene terlepas dari pengawasan orangtua. (Meski sudah ada beberapa warnet yang menerapkan aturan ketat untuk hal ini).
Atas kekhawatiran itulah kemudian banyak dari para orangtua yang membekali anak-anak mereka dengan gadget pribadi,
dengan tujuan agar penggunaannya bisa mendapat pengawasan langsung oleh orangtua.
Tapi efektif-kah?
Sebuah pertanyaan menggelitik - yang saya yakini – kita semua bisa menjawabnya.
Kita memang tidak menutup mata akan hal-hal positif yang bisa didapatkan dari internet.
Namun, seperti yang sudah disinggung di atas tadi bahwa tanpa pengawasan yang ketat, penggunaan internet untuk anak-anak justru bisa menjadi bumerang.
Beberapa dampak buruk di bawah ini, seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi para orangtua sebelum mengijinkan anak-anak mereka mengakses internet.
[-] Kecanduan pornografi dan game online
[-] Dampak lanjutannya, anak-anak cenderung meniru perilaku buruk yang dilihatnya
[-] Secara psikologis, anak akan menjadi gampang marah dan emosional
[-] Dalam bidang pendidikan, hal ini bisa menjadikan anak malas, dan
[-] Mengurangi kreatifitas mereka
[-] Dari sisi keuangan keluarga, ini adalah pemborosan
[-] Durasi yang lama di depan layar dapat mengganggu kesehatan mata anak-anak
[-] Interaksi dengan dunia nyata akan berkurang
[-] Kemungkinan terpapar oleh ide-ide yang menyesatkan
Bagaimanapun juga, sebagai bekal untuk menghadapi era yang “lebih digital” lagi,
setuju atau tidak, pengenalan terhadap dunia internet ini harus dilakukan pada anak-anak kita.
Mereka harus memiliki “senjata” untuk bisa survive di jamannya nanti.
Lalu langkah-alangkah apa yang tepat yang harus dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi persoalan ini?
Berikut ini ada 10 langkah praktis yang bisa diterapkan untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang dunia internet,
sekaligus melindungi mereka dari dampak buruknya.
1. Jelaskan hal-hal positif tentang gadget dan akses internet yang kita berikan
Ini adalah hal pertama yang harus kita lakukan.
Jelaskan manfaat yang bisa mereka dapatkan dari gadget dan internet,
lalu tekankan hal-hal buruk yang bisa diakibatkan olehnya.
Tentu saja hal ini baru bisa kita terapkan pada anak-anak yang sudah dapat membedakan mana hal-hal yang baik dan mana perilaku yang buruk.
2. Berikan gadget sesuai usia anak dan sesuai kebutuhan
Berkaitan dengan poin sebelumnya,
ketika anak masih belum bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya, maka pemberian gadget dan akses internet justru hanya akan merusak mereka.
Dan sampai saat ini saya berpendapat bahwa untuk anak-anak usia SD,
pemberian akses internet masih belum diperlukan.
Kalaupun ada tugas sekolah yang mengharuskan mereka menggunakan internet,
maka kita bisa menemani mereka ke warnet atau meminjamkan laptop kita untuk sementara.
3. PC masih lebih relevan
Dibanding smartphone atau tablet, memberikan anak-anak sebuah komputer rumah masih lebih rasional.
Bentuknya yang tidak mobile akan memudahkan kita untuk mengawasi mereka.
Dengan meletakkan komputer di ruang tengah,
kita bisa langsung mengetahui apakah anak-anak sedang menggunakan fasilitas internet atau tidak.
4. Atur penggunaannya
Sebagai orangtua, kitalah yang mengatur anak. Bukan sebaliknya.
Kontrol untuk hal ini sepenuhnya ada di tangan orangtua.
Kapan anak-anak boleh menggunakan gadgetnya,
kapan mereka boleh mengakses internet,
berapa lama durasinya, dsb.
Dan seperti poin no. 3, jika anak-anak menggunakan laptop atau smartphone,
atur agar mereka tidak menggunakannya di kamar pribadi atau secara sembunyi-sembunyi.
Silahkan baca juga cara membuat kesepakatan dengan anak, di sini.
5. Sanksi yang tegas
Setiap peraturan harus memiliki sanksi yang tegas.
Segera terapkan ketika anak-anak melanggarnya.
6. Maksimalkan fasilitas parental control
Setting password wifi agar hanya kita saja yang tahu.
Kita juga bisa menginstal software proteksi,
serta melakukan pengaturan-pengaturan pada browser, ISP, dan menggunakan DNS Nawala untuk memblokir situs-situs terlarang.
Search Engine dan YouTube juga bisa diset untuk memblock konten-konten dewasa.
Selain itu kita juga bisa mengenalkan situs-situs yang bagus dan recommended untuk mereka.
Untuk langkah-langkahnya, kita bisa menggunakan mesin pencari untuk mencarinya.
7. Jadilah sahabat yang menjaga mereka
Sebagai “penjaga”, kita juga perlu melibatkan diri pada dunia mereka.
Kita bisa menjadi teman anak-anak di medsos, sehingga kita mengetahui ruang gerak mereka, siapa teman-temannya dan bagaimana anak-anak kita bersikap di dunia maya.
Kita harus bisa menjadi tempat bertanya dan curhat mereka.
Tekankan bahwa kita tidak melarang mereka ber-internet, tapi dengan batasan-batasan tertentu yang bisa mereka pahami.
8. Etika bergaul dan privasi
Yang juga penting untuk diajarkan kepada anak-anak adalah bagaimana melindungi privasi mereka di dunia online.
Tidak semua info pribadi boleh kita share di sana.
Nomor kontak, alamat rumah atau sekolah, foto-foto pribadi keluarga adalah data-data berharga yang hanya boleh diketahui oleh orang-orang tertentu saja.
Jelaskan juga bagaimana anak-anak harus bersikap pada teman-temannya,
juga pada orang-orang yang baru dikenalnya di media sosial.
9. Berikan teladan
Tentu saja, keteladanan adalah sebuah keharusan di dalam mendidik anak-anak.
Keteladanan juga berarti, kita ikut mematuhi peraturan yang kita terapkan pada anak-anak.
10. Jangan lupakan interaksi dunia nyata
Sebagai kesimpulan dan penutup artikel ini,
kita menyadari kebutuhan anak-anak terhadap gadget dan internet.
Namun bagaimanapun juga, hubungan sosial di kehidupan nyata juga tidak boleh ditinggalkan.
Jika perlu, mungkin ada hari-hari khusus dimana keluarga sama sekali tidak boleh menggunakan gadget dan internet.
Jika dirasa-rasa, poin terakhir ini kelihatannya seru juga ya?
Bahkan kehidupan manusia secara general sudah sangat bergantung kepada sebuah benda kecil yang kita sebut gadget.
Hal-hal yang tadinya cukup lama jika dikerjakan secara manual, sekarang hanya dalam hitungan detik saja.
Pekerjaan yang dulunya harus dilakukan oleh beberapa orang, sekarang cukup satu orang untuk meng-handlenya.
Imbasnya, para orangtua dan guru pendidik pun mau tak mau harus mengikuti “revolusi” ini.
Hal ini terlihat dari beberapa program sekolah atau materi ajar yang menggunakan gadget sebagai alat utamanya.
Satu contoh kecil misalnya meminta anak-anak mengumpulkan gambar bunga-bunga yang ada di Indonesia.
Kalau dulu, anak-anak harus hunting surat kabar bekas dari agen atau distributor di pasar terlebih dahulu.
Setelah ketemu gambar yang dicari, lalu digunting dan ditempelkan pada lembaran kertas.
Bakal makan waktu seharian penuh.
Tapi sekarang, anak-anak bisa lari ke warnet, lalu mengetikkan satu kata kunci dan di-print.
Voilaa! Tugas pun selesai.
Internet: Dua Sisi Mata Uang
Seperti halnya yang kita ketahui, bahwa teknologi selalu membawa dua dampak: positif dan negatif.
“Teknologi” dalam pembahasan ini adalah kemudahan di dalam mengakses internet,
dalam konteks ini adalah bagi anak-anak.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati (Elly Risman) tahun 2005 melaporkan bahwa dari responden dengan rentang usia antara 9-12 tahun, 80% telah mengakses pornografi.
25 persen di antaranya mendapatkan akses itu dari ponsel,
20 persennya lagi dari situs-situs di internet,
sedang sisanya dari majalah, VCD, dan media lainnya.
Data dari dunia game online juga tak kalah mencengangkan.
Berdasarkan data di atas - kebebasan anak-anak untuk mengakses dunia maya - tentunya menjadi hal yang sangat mencemaskan.
Apalagi jika hal tersebut dilakukan di warnet, yang notabene terlepas dari pengawasan orangtua. (Meski sudah ada beberapa warnet yang menerapkan aturan ketat untuk hal ini).
Atas kekhawatiran itulah kemudian banyak dari para orangtua yang membekali anak-anak mereka dengan gadget pribadi,
dengan tujuan agar penggunaannya bisa mendapat pengawasan langsung oleh orangtua.
Tapi efektif-kah?
Sebuah pertanyaan menggelitik - yang saya yakini – kita semua bisa menjawabnya.
Bahaya Penggunaan Internet bagi Anak-anak
Kita memang tidak menutup mata akan hal-hal positif yang bisa didapatkan dari internet.
Namun, seperti yang sudah disinggung di atas tadi bahwa tanpa pengawasan yang ketat, penggunaan internet untuk anak-anak justru bisa menjadi bumerang.
Beberapa dampak buruk di bawah ini, seharusnya bisa menjadi pertimbangan bagi para orangtua sebelum mengijinkan anak-anak mereka mengakses internet.
[-] Kecanduan pornografi dan game online
[-] Dampak lanjutannya, anak-anak cenderung meniru perilaku buruk yang dilihatnya
[-] Secara psikologis, anak akan menjadi gampang marah dan emosional
[-] Dalam bidang pendidikan, hal ini bisa menjadikan anak malas, dan
[-] Mengurangi kreatifitas mereka
[-] Dari sisi keuangan keluarga, ini adalah pemborosan
[-] Durasi yang lama di depan layar dapat mengganggu kesehatan mata anak-anak
[-] Interaksi dengan dunia nyata akan berkurang
[-] Kemungkinan terpapar oleh ide-ide yang menyesatkan
Proteksi Anak-anak dari Bahaya Internet
Bagaimanapun juga, sebagai bekal untuk menghadapi era yang “lebih digital” lagi,
setuju atau tidak, pengenalan terhadap dunia internet ini harus dilakukan pada anak-anak kita.
Mereka harus memiliki “senjata” untuk bisa survive di jamannya nanti.
Lalu langkah-alangkah apa yang tepat yang harus dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi persoalan ini?
Berikut ini ada 10 langkah praktis yang bisa diterapkan untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang dunia internet,
sekaligus melindungi mereka dari dampak buruknya.
1. Jelaskan hal-hal positif tentang gadget dan akses internet yang kita berikan
Ini adalah hal pertama yang harus kita lakukan.
Jelaskan manfaat yang bisa mereka dapatkan dari gadget dan internet,
lalu tekankan hal-hal buruk yang bisa diakibatkan olehnya.
Tentu saja hal ini baru bisa kita terapkan pada anak-anak yang sudah dapat membedakan mana hal-hal yang baik dan mana perilaku yang buruk.
2. Berikan gadget sesuai usia anak dan sesuai kebutuhan
Berkaitan dengan poin sebelumnya,
ketika anak masih belum bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya, maka pemberian gadget dan akses internet justru hanya akan merusak mereka.
Dan sampai saat ini saya berpendapat bahwa untuk anak-anak usia SD,
pemberian akses internet masih belum diperlukan.
Kalaupun ada tugas sekolah yang mengharuskan mereka menggunakan internet,
maka kita bisa menemani mereka ke warnet atau meminjamkan laptop kita untuk sementara.
3. PC masih lebih relevan
Dibanding smartphone atau tablet, memberikan anak-anak sebuah komputer rumah masih lebih rasional.
Bentuknya yang tidak mobile akan memudahkan kita untuk mengawasi mereka.
Dengan meletakkan komputer di ruang tengah,
kita bisa langsung mengetahui apakah anak-anak sedang menggunakan fasilitas internet atau tidak.
4. Atur penggunaannya
Sebagai orangtua, kitalah yang mengatur anak. Bukan sebaliknya.
Kontrol untuk hal ini sepenuhnya ada di tangan orangtua.
Kapan anak-anak boleh menggunakan gadgetnya,
kapan mereka boleh mengakses internet,
berapa lama durasinya, dsb.
Dan seperti poin no. 3, jika anak-anak menggunakan laptop atau smartphone,
atur agar mereka tidak menggunakannya di kamar pribadi atau secara sembunyi-sembunyi.
Silahkan baca juga cara membuat kesepakatan dengan anak, di sini.
5. Sanksi yang tegas
Setiap peraturan harus memiliki sanksi yang tegas.
Segera terapkan ketika anak-anak melanggarnya.
6. Maksimalkan fasilitas parental control
Setting password wifi agar hanya kita saja yang tahu.
Kita juga bisa menginstal software proteksi,
serta melakukan pengaturan-pengaturan pada browser, ISP, dan menggunakan DNS Nawala untuk memblokir situs-situs terlarang.
Search Engine dan YouTube juga bisa diset untuk memblock konten-konten dewasa.
Selain itu kita juga bisa mengenalkan situs-situs yang bagus dan recommended untuk mereka.
Untuk langkah-langkahnya, kita bisa menggunakan mesin pencari untuk mencarinya.
7. Jadilah sahabat yang menjaga mereka
Sebagai “penjaga”, kita juga perlu melibatkan diri pada dunia mereka.
Kita bisa menjadi teman anak-anak di medsos, sehingga kita mengetahui ruang gerak mereka, siapa teman-temannya dan bagaimana anak-anak kita bersikap di dunia maya.
Kita harus bisa menjadi tempat bertanya dan curhat mereka.
Tekankan bahwa kita tidak melarang mereka ber-internet, tapi dengan batasan-batasan tertentu yang bisa mereka pahami.
8. Etika bergaul dan privasi
Yang juga penting untuk diajarkan kepada anak-anak adalah bagaimana melindungi privasi mereka di dunia online.
Tidak semua info pribadi boleh kita share di sana.
Nomor kontak, alamat rumah atau sekolah, foto-foto pribadi keluarga adalah data-data berharga yang hanya boleh diketahui oleh orang-orang tertentu saja.
Jelaskan juga bagaimana anak-anak harus bersikap pada teman-temannya,
juga pada orang-orang yang baru dikenalnya di media sosial.
9. Berikan teladan
Tentu saja, keteladanan adalah sebuah keharusan di dalam mendidik anak-anak.
Keteladanan juga berarti, kita ikut mematuhi peraturan yang kita terapkan pada anak-anak.
10. Jangan lupakan interaksi dunia nyata
Sebagai kesimpulan dan penutup artikel ini,
kita menyadari kebutuhan anak-anak terhadap gadget dan internet.
Namun bagaimanapun juga, hubungan sosial di kehidupan nyata juga tidak boleh ditinggalkan.
Jika perlu, mungkin ada hari-hari khusus dimana keluarga sama sekali tidak boleh menggunakan gadget dan internet.
Jika dirasa-rasa, poin terakhir ini kelihatannya seru juga ya?
Negatif yang paling utama adalah kecanduan pornografi dan game online yang hasilnya akan menciptakan negatif-negatif berikutnya maka 10 langkah yang sudah di bahas di atas harus dilakukan untuk mencegahnya :)
ReplyDeleteBoleh juga nih kang untuk dicoba kusaya soalnya takutnya nanti buruk untuk masa depannya kalau masa kecilnya sudah tahu situs situs yang negativ dan kalau begitu mau jadi apa kedepannya.
ReplyDeletesaya saja yg bekerja di warnet merasa risih dgn kelakuan anak skrg mas. mreka bermain kdng tnpa mengenal waktu, buang" uang byk utk main game. bicara kasar dan sikapnya gak ke kontrol.. orgtua hrusnya mencemaskan mreka, tpi toh ortunya sibuk" msing" dgn profesi mreka.
ReplyDelete