Monday, August 1, 2016

9 Tipe Kecerdasan Manusia, Temukan Satu untuk Anak Anda!

manusia cerdas, anak-anak, pendidikan, multiple intelligence

Maret 2016 kemarin, TK dimana anak-anak kami bersekolah mengadakan tes IQ untuk para siswanya.

Metode yang digunakan terbilang baru bagi saya yang gaptek ini.

Mereka menggunakan metode analisa biometrik sidik jari, atau orang-orang menyebutnya dengan pengenalan karakter melalui sidik jari.

Selain karena tidak ada manusia yang memiliki sidik jari yang identik dengan manusia yang lainnya, sidik jari ini juga bersifat permanen.

Dan ia bisa dilihat dan diklasifikasikan.

Sehingga dengan metode ini bisa dideteksi kecenderungan yang dimiliki oleh anak-anak, seperti misalnya,

lebih dominan otak kanan atau kirinya,

tipe kecerdasan yang dimiliki,

gaya belajar yang cocok diterapkan,

termasuk juga potensi bakat dan rekomendasi jurusan kuliah dan pekerjaan yang tepat untuk mereka.


Lebih bagus mana, otak kanan atau kiri?


Kesalahan yang umum terjadi di kalangan orangtua adalah,

mereka lebih suka alias lebih bangga jika anak-anak mereka unggul di bidang akademis, yang “diwakili” oleh otak kiri.

Sehingga timbul kesan menomor duakan anak-anak yang dominan otak kanan.

Hal ini terbukti ketika ibunya Zaki mencoba bertanya kepada wali murid lain tentang hasil tes anak-anak mereka.

Orangtua yang hasil tes anaknya menunjukkan hasil dominan otak kanan, terlihat agak kecewa, minder dan malas menanggapi pertanyaan-pertanyaan lanjutan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pada sebagian (besar) orangtua, anak-anak dengan kecenderungan otak kiri lebih diinginkan daripada anak-anak yang dominan otak kanan.

Di sini saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa otak kanan itu lebih baik daripada otak kiri.

Tuhan tidak mungkin iseng menciptakan otak kanan, sebagaimana Dia juga tidak sia-sia membuat otak kiri.

Keduanya memiliki nilai plus dan minus. Yang salah satunya diharapkan bisa mengimbangi yang lainnya.


9 Kecerdasan Kompleks


Dr. Howard Gardner - seorang tokoh pendidikan sekaligus psikolog - pernah menerbitkan sebuah buku yang berjudul Frames of Mind (1983).

Di dalam buku itu, ia menjelaskan bahwa kita tidak bisa menganggap kecerdasan seseorang hanya dilihat dari kemampuan matematis (nalar) atau linguistis (berbahasa) orang tersebut.

Selanjutnya, ia juga menelurkan sebuah konsep baru yang kemudian kita kenal dengan teori multiple intelligences atau kecerdasan kompleks.

Di dalam teorinya ini, ia menyebutkan ada 8 macam tipe kecerdasan manusia, yang kemudian direvisinya menjadi 9 tipe kecerdasan manusia pada buku terbarunya Intelligence Reframed (1999).

Dengan adanya konsep ini maka tidak ada lagi alasan mengatakan bahwa anak kita adalah anak yang bodoh.

Sebab bisa jadi ia lemah di satu bidang tertentu, namun sangat cemerlang di bidang yang lain.

Dengan memahami kesemua jenis kecerdasan ini diharapkan para orangtua lebih termotivasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak-anak mereka,

bukan malah memaksakan keinginan kita kepada mereka.

Berikut ini adalah 9 tipe kecerdasan manusia menurut Howard Gardner >>


1. Kecerdasan Linguistik (bahasa)


Seorang anak bisa disebut memiliki kecerdasan linguistik ketika ia lebih mampu mengatur kata-kata, baik secara tertulis maupun secara terucap. Anak-anak ini lebih peka terhadap arti kata, urutan kata, ejaan dan ritme atau intonasi pengucapan.

Anak-anak dengan kecerdasan ini biasanya suka dengan istilah-istilah baru (atau asing) dan lebih teliti terhadap detil, sehingga pelajaran bahasa Inggris dan Sejarah lebih mudah mereka tangkap daripada Matematika atau Fisika.

Menyukai puisi, membuat karangan, menulis quote-quote dan lebih sering menyampaikan apa yang pernah didengar atau dibacanya,

serta aktif dalam permainan kata-kata seperti Scrabble, Teka-Teki Silang adalah ciri-ciri dari anak-anak yang masuk dalam kelompok ini.

Kita bisa merangsang perkembangan kecerdasan ini dengan cara memintanya bercerita (misalnya tentang apa yang dilakukannya hari ini), lalu meminta ia mendengarkan cerita kita.

Begitu secara bergantian.

Atau kita bisa mengajaknya bermain tebak-tebakan nama binatang atau nama benda – terserah – yang intinya merangsang anak untuk mendengar dan mengucap.

Sedangkan profesi yang cocok untuk anak-anak dengan kecerdasan linguistik misalnya pengacara, marketer, presenter, jurnalis, penulis, penerjemah, editor, guru bahasa, dsb.


2. Kecerdasan Visual (gambar)


Biasa disebut juga dengan kecerdasan spasial (ruang) karena anak-anak dengan tipe kecerdasan ini mampu untuk melihat atau membayangkan sebuah obyek gambar, ruang atau benda nyata dengan sangat akurat.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan visual lebih suka menggambar atau benda-benda yang memiliki banyak gambar. Dalam hal pelajaran, Geometri adalah bab favoritnya.

Permainan yang disukai biasanya permainan yang masuk dalam kategori puzzle atau menyusun gambar. Bermain balok, mencari jejak atau bermain labirin adalah permainan alternatifnya.

Orangtua bisa meningkatkan kemampuan anak dengan membiarkannya berimprovisasi saat menggambar menggunakan krayon, kapur atau cat. Atau kita bisa menambahkan alat gambar dengan benda-benda lain misalnya sikat gigi, kapas, dsb.

Profesi yang tepat untuk anak-anak dengan kecerdasan visual seperti fotografer, seniman, pilot, suveyor, animator atau pekerjaan di bidang tata kota, arsitektur atau desain interior.


3. Kecerdasan Musikal


Pada anak-anak yang memiliki kecerdasan musikal, mereka sangat peka terhadap suara-suara non-verbal (seperti nada atau ritme) yang ada di sekitarnya.

Anak-anak dengan tipe kecerdasan ini bisa menghabiskan banyak waktu untuk mendengarkan musik. Mereka dengan mudah “mencerna” sebuah musik dan menemukan irama yang tidak selaras.

Anak-anak yang cerdas secara musikal biasanya lebih mudah mengingat sesuatu jika dikaitkan dengan musik. Sehingga gaya belajar yang bisa diterapkan pada mereka adalah gaya belajar auditory.

Karena anak-anak dengan kecerdasan musikal senang dan pandai menciptakan sebuah komposisi, kita bisa menfasilitasinya dengan benda-benda di sekitar (seperti gelas, ember, kaleng, dsb) untuk mereka berimprovisasi.

Pekerjaan yang cocok untuk anak-anak seperti ini tentunya pekerjaan yang berkaitan dengan musik seperti DJ, penyanyi, penulis lagu, dirijen, ahli terapi musik atau guru musik.


4. Kecerdasan Matematis (logika)


Kemampuan anak-anak dengan kecerdasan matematis lebih berhubungan dengan pemecahan masalah atau pencarian solusi dengan cara yang rasional dan logis.

Gaya berpikir yang runtut membuat mereka lebih suka mengumpulkan bukti, merumuskan, baru kemudian membuat analisa dan argumen-argumen.

Mereka menyukai angka-angka, pola berurutan dan keteraturan, serta logika. Sehingga soal-soal matematika dan pertanyan-pertanyaan sains seperti “bagaimana jika suatu benda dibeginikan...” atau yang semisalnya,

menjadi sangat menarik bagi mereka.

Mengajak mereka bermain teka-teki atau catur, menghitung benda-benda yang diatur dengan susunan atau pola-pola tertentu bisa meningkatkan kemampuan logika mereka.

Profesi yang berhubungan dengan angka-angka semisal auditor, akuntan, programer, ahli ekonomi, guru IPA sangat cocok untuk mereka yang memiliki kecerdasan matematis.

Teknisi mesin juga bisa dijadikan alternatif karena anak-anak yang memiliki kecerdasan ini juga mampu menganalisa fungsi atau cara kerja sebuah benda.


5. Kecerdasan Kinestetis (gerak tubuh)


Sesuai namanya, anak-anak dengan kecerdasan ini memiliki kemampuan untuk menggunakan anggota tubuhnya secara terampil.

Kemampuan untuk mengkoordinasikan gerakan tubuh, menyeimbangkannya dan kelincahan di dalam bergerak adalah bagian dari kecerdasan ini.

Sehingga anak-anak seperti ini biasanya tidak bisa duduk berdiam dalam waktu yang lama. Lebih menyukai aktifitas outdoor dan lebih memilih learning by doing ketimbang mempelajari sesuatu dengan membaca atau teori saja.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan kinestetis biasanya terlihat dari prestasinya di bidang olah raga atau aktifitas olah tubuh seperti menari atau berakrobat.

Anak-anak ini bisa diarahkan untuk nantinya berprofesi sebagai atlit, penari, model, koreografer, pemain film atau stuntman, mekanik, guru olahraga, penjahit, ahli bedah atau terapi fisik.


6. Kecerdasan Naturalis (alam)


Naturalis berarti sesuatu yang berkaitan dengan alam.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis terlihat dari kepekaannya terhadap alam (seperti gunung, pantai, hutan atau cagar alam) dan kegemarannya akan aktifitas outdoor seperti hiking, surfing, diving, dsb.

Anak-anak ini memiliki kemampuan untuk mengenali lalu mengklasifikasikan hal-hal dan kejadian-kejadian yang ditemuinya di alam.

Mereka lebih tertarik untuk mengobservasi lingkungan alam seperti jenis-jenis batuan, lapisan tanah, macam-macam jenis tumbuhan, binatang atau bahkan benda-benda angkasa.

Kita bisa mengajak buah hati kita ke alam terbuka atau kita bisa menceritakan kepadanya proses pertumbuhan tanaman, fenomena hujan, dsb.

Anak-anak dengan kecerdasan naturalis biasanya cocok bekerja di bidang astronomi, biologi atau botani. Sebagai ahli konservasi lingkungan atau bekerja di museum dan laboratorium juga cocok untuk anak-anak dengan tipe ini.


7. Kecerdasan Inter-personal (hubungan sosial)


Agak aneh juga ketika mengetahui bahwa kemampuan berinteraksi dengan orang lain ini dimasukkan ke dalam 9 tipe kecerdasan manusia oleh Howard Gardner.

Namun jika kita cermati, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, memahami dan melihat dari sudut pandang individu lain atau kelompok lain.

Kecerdasan sosial ini juga berarti kemampuan untuk memimpi, mengorganisir serta mengenali dan mendeteksi perasaan, sifat, gaya pemikiran dan harapan orang lain, sekaligus memberikan respon atas hal-hal tersebut secara efektif.

Anak-anak dengan kecerdasan sosial biasanya memiliki koneksi dan sahabat yang banyak,

selain karena kemampuan mereka untuk berempati terhadap sesamanya juga karena kepandaian mereka di dalam mengatasi perselisihan antar teman.

Saya ingat ada sebuah kisah.

Ada seorang ibu yang terus-menerus mengeluh tentang keadaan anaknya yang tidak pernah memiliki prestasi di kelasnya.

Nilai rapornya bahkan cenderung menurun.

Para guru di kelas anak ini pun memiliki pendapat yang sama. Dan berbagai upaya sudah dilakukan untuk mendongkrak prestasi si anak.

Namun hasilnya tidak banyak berubah.

Suatu ketika salah seorang guru mengadakan sebuah survey kecil-kecilan di kelas tersebut.

Guru ini memberikan secarik kertas kepada tiap-tiap murid, lalu meminta mereka menuliskan siapa nama teman terbaiknya di kelas tersebut.

Dan anda tahu,

semua murid menuliskan nama anak ibu itu di kertas mereka.

Ini adalah salah satu contoh bagaimana kecerdasan interpersonal bekerja.

Anak-anak dengan tipe kecerdasan interpersonal lebih senang berada di tengah-tengah orang banyak dan terlibat dalam acara-acara sosial.

Orangtua bisa menstimulus kecerdasan ini dengan membacakan dongeng atau cerita kepada anak lalu menanyakan kepadanya tentang perasaan tokoh di dalam cerita tersebut atau kenapa sang tokoh memiliki perasaan tersebut.

Jenis pekerjaan yang nantinya cocok untuk anak-anak ini misalnya manajer, personalia atau humas, admin, psikolog, sosiolog, politisi, guru, konselor, mediator, atau tim marketing.


8. Kecerdasan Intrapersonal (kesadaran diri)


Jika kecerdasan interpersonal adalah kemampuan anak untuk memahami orang lain, maka kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk melihat ke dalam diri sendiri.

Dengan bahasa yang lebih umum, anak-anak dengan kecerdasan ini mampu memahami kelebihan dan kekurangan dirinya.

Namun dari proses memahami “kerumitan” diri sendiri inilah mereka menjadi mampu memahami permasalahan orang lain.

Kebiasaan untuk mengintrospeksi diri, menemukan kekurangan dan berupaya memperbaikinya,

serta kecenderungan untuk memiliki pendapat yang berbeda,

menjadikan anak-anak dalam tipe ini lebih senang terpisah daripada berkumpul bersama teman-temannya.

Namun meski demikian, di dalam “perenungannya”, mereka seringkali dapat menemukan siapa orang yang paling tepat untuk dimintai bantuan.

Beberapa orang memang menganggap mereka sebagai pribadi yang tertutup, namun yang lain menyebut anak-anak ini sebagai tipe yang mandiri.

Profesi yang bisa dijalani oleh anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal ini misalnya adalah, ulama atau pemuka agama, filsuf, psikolog, terapis atau entrepreneur.


9. Kecerdasan Eksistensial (keberadaan diri)


Jenis kecerdasan terakhir yang dijelaskan oleh Howard Gardner di dalam Intelligence Reframed adalah kecerdasan eksistensial.

Ada yang mengartikan existential intelligence ini dengan kecerdasan makna,

ada pula yang mendefinisikannya sebagai kecerdasan moral.

Secara umum, anak-anak yang memiliki kecerdasan ini seringkali melihat sesuatu dalam “gambaran besarnya”,

“Mengapa kita hidup?”

“Apa tujuan kita di dunia?”

“Bagaimana keadaanku di dalam masyarakat?”

Anak-anak dengan kecerdasan eksistensial biasanya adalah anak-anak yang patuh, tahu bagaimana menjaga rahasia, mengerti tentang etika dan tata-krama serta bisa mengontrol dirinya untuk tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran sosial.

Karena itulah anak-anak seperti ini dianggap memiliki tingkat spiritual quotient yang tinggi.

***


Sebuah pesan grup di whatsapp saya menceritakan tentang seorang anak yang harus menjalani rehabilitasi di sebuah rumah sakit jiwa karena mengalami tekanan yang cukup berat.

Ketika ditelusuri, penyebabnya adalah orangtuanya yang terlalu menuntutnya untuk belajar dengan keras.

Belajarnya tidak hanya di kelas dan di rumah, namun juga harus mengikuti kursus dan bimbel dengan waktu yang sangat padat.

Saya tidak mengatakan bahwa anak-anak tidak perlu belajar.

Namun yang perlu disadari adalah bahwa dunia mereka adalah dunia bermain.

Maka dari pintu permainan pula-lah kita seharusnya masuk untuk membimbing dan mendidik mereka.

Karena jika anak dipaksa untuk berpikir secara dewasa, akibatnya bisa dua hal,

jika tidak mengalami stres berat,

maka anak-anak bisa tumbuh menjadi pribadi-pribadi pemberontak.

Saya pernah menulis tentang bagaimana mendidik anak dengan tepat untuk tiap-tiap tahap perkembangannya. Anda bisa membacanya di sini.

Akhirnya, ketika kita – sebagai orangtua – mampu melihat dimana potensi kecerdasan yang dimiliki oleh anak-anak kita,

maka kita akan bisa memahami cara berpikir mereka,

untuk kemudian menyayanginya dan mensyukuri semua yang dianugerahkan kepadanya.

Pri617

Author & Editor

Bukan seorang ayah yang sempurna. Hanya berusaha mewariskan sifat baik dan sikap positif untuk anak-anak kami.

0 komentar:

Post a Comment