April 2018 - Archieve

Under the hood articles from the past.

Tuesday, April 17, 2018

Hati-hati, Orangtua Melakukan 6 Kesalahan Ini Sekaligus!

kesalahan orangtua, melakukan kesalahan


Kita – para orangtua - memang bukanlah makhluk yang sempurna. Bahkan sebenarnya kita telah melakukan kesalahan lebih banyak dari yang kita sadari.

Tidak pernah ada sekolah, perkuliahan, kursus atau kurikulum yang mengajarkan bagaimana cara menjadi orangtua yang baik.

Yang ada barangkali hanyalah pengajian, seminar atau sejenisnya yang cuma sekali tatap muka. Itupun hanya teori tanpa contoh praktek.

Karena itu amatlah wajar jika setiap orangtua berbuat salah di dalam proses pendidikan anak-anak mereka.

Bahkan dalam satu kasus kejadian, orangtua bisa melakukan lebih dari satu kesalahan sekaligus!

Namun, hal ini tidak lantas menjadi pembenaran bahwa tidak apa-apa memberikan pengajaran yang salah terhadap mereka,

justru hal ini haruslah menjadi pengingat kita bahwa masih ada banyak hal-hal yang perlu dipelajari dan diperbaiki dalam mendidik putra-putri kita.

Pada postingan kali ini, AyahNulis akan memberikan 6 kesalahan yang mungkin dilakukan oleh para orangtua dalam satu waktu.

Ilustrasinya begini,

Suatu saat, kita mengajak anak kita berbelanja di sebuah supermarket. Namun, tidak sesuai harapan, anak-anak itu berulah dengan berteriak-teriak meminta dibelikan barang yang bukan menjadi kebutuhan keluarga.

Kita mencoba untuk mengingatkan mereka, namun tidak berhasil. 

Tentu saja hal ini memancing kemarahan orangtua yang kemudian membentak mereka.

***

Jika kita cermati,

dari ilustrasi kasus di atas, setidaknya kita akan menemukan enam kesalahan yang mungkin dilakukan oleh para orangtua.

Apa saja 6 kesalahan tersebut? 

1. Marah


Marah, tidak sabar, membentak (atau bahkan memukul), adalah kesalahan pertama yang dilakukan oleh orangtua.

Tapi kenapa marah ini disebut sebagai suatu kesalahan?

Kita tahu, bahwa kemarahan ini ibarat candu. Sekali kita lepas kendali, maka kita akan terus melakukannya.

Selain itu, memarahi anak-anak (apalagi dengan suara yang keras),

sama saja dengan kita mengajarkan kepada mereka bahwa marah atau membentak itu sah-sah saja untuk dilakukan.

Maka penting untuk menjaga emosi di dalam situasi seperti di atas. Tetaplah untuk mengingatkan mereka dengan bahasa yang tenang dan lembut. Jangan terpancing emosi.

Reaksi yang baik, seringkali akan ditanggapi dengan baik pula oleh anak-anak.

2. Melanggar peraturan


Orangtua pasti pernah memberikan pengajaran kepada anak-anak mereka, misalnya bahwa marah itu perbuatan yang buruk, dosa, tidak boleh dilakukan, dsb.

Bahkan kita juga memberikan larangan agar tidak mudah marah dan gampang tersulut emosi.

Maka saat kita marah,

pesan yang akan ditangkap oleh anak-anak kita adalah bahwa aturan itu boleh dilanggar.

Karena itu sama seperti solusi pada poin di atas, tetaplah tenang.

Dan jika kita merasa telah melanggar peraturan, wajib bagi kita untuk mengakui hal tersebut serta meminta maaf kepada mereka.

3. Memberi imbalan


Memberi imbalan atas sikap buruk anak adalah kesalahan ketiga yang mungkin dilakukan oleh orangtua dalam situasi di atas.

Misalnya karena lelah dengan ulah si anak, akhirnya orangtua lebih memilih cara yang dianggap paling mudah,

yaitu dengan iming-iming hadiah.

Kita mungkin akan mengatakan, “Jika adik berhenti berteriak, ibu akan belikan permen.”

Sebenarnya hal ini sudah pernah kita bahas di dalam tulisan yang ini.

Tidak ada karakter baik yang terbentuk dengan metode seperti ini. Mereka akan mulai bertingkah buruk setiap kali mereka menginginkan sesuatu.

Karena itu, daripada memberikan imbalan untuk sikap buruk yang dilakukan anak-anak,

jauh lebih baik jika kita memberikan apresiasi atas sikap baik yang ditunjukkan anak.

Kita bisa mengatakan, misalnya, “Ibu sangat senang sekali adik mau menemani ibu berbelanja. Apalagi adik sangat tenang hari ini.”

4. Tidak konsisten


Saat kita melarang anak-anak agar tidak mudah emosi, lalu kita sendiri dengan gampangnya marah,
ini adalah sikap tidak konsisten.

Saat kita memberikan peraturan, namun kita sendiri melanggarnya,

maka ini juga adalah salah satu contoh sikap yang tidak konsisten.

Akan tetapi dalam ilustrasi di atas, ketidak-konsistenan orangtua bisa terjadi jika misalnya kita memberikan ancaman karena ulah si anak,

namun meski si anak tidak mau menghentikan ulahnya,

kita tidak juga melaksanakan ancaman tersebut. Mungkin karena kita merasa iba terhadap mereka.

Ketika kita sudah mengatakan akan memberikan suatu hukuman jika mereka tidak menghentikan sikap buruknya,

maka hukuman tersebut harus benar-benar kita berikan jika anak-anak masih melanggarnya.

Saat kita sudah menetapkan jenis hukuman dan batas waktunya, maka jangan ada lagi tawar-menawar atau rasa kasihan. Jalankan saja hukuman tersebut. Ajarkan kepada mereka apa itu konsekuensi.

Karena itu penting untuk tidak menjanjikan hukuman (atau hadiah) yang di luar kesanggupan kita sebagai orangtua.

Maka perlu untuk penulis kutipkan di sini ucapan sahabat sekaligus menantu Rasulullah, Ali bin Abi Thalib,

“Jangan berjanji saat sedang gembira dan jangan membuat keputusan saat sedang marah.”

5. Terlalu banyak berharap


Para orangtua seharusnya adalah sosok yang paling mengerti tentang anak-anak mereka. Apa keinginan mereka, ketidak-sukaan mereka, tempat yang mereka senangi, dsb.

Jika melihat dari ilustrasi di atas, membawa anak-anak ke tempat berbelanja (yang di sana juga tersedia berbagai macam camilan dan mainan yang menarik),

lalu kita berharap agar mereka tenang dan tidak meminta apa-apa,

sepertinya adalah hal yang berlebihan (baca: mustahil).

Sadarilah, mereka itu masih anak-anak. Jangan dianggap sudah dewasa yang bisa mengerti apa keinginan kita. Beberapa hal yang dipajang di sana pastilah akan menarik perhatian mereka.

Mereka pasti akan meminta dibelikan, entah dengan cara yang sopan atau dengan cara yang arogan.

Maka di sinilah perlu adanya “antisipasi” dari orangtua. Orangtua mungkin bisa membuat kesepakatan dulu dengan anak-anak tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dibeli.

6. Cara yang tidak sesuai


Kesalahan lainnya yang mungkin dilakukan oleh para orangtua berikutnya adalah kekeliruan metode pengajaran.


dijelaskan bahwa ada perbedaan antara mendidik anak laki-laki dengan mengajari anak perempuan.

Ada pula nantinya perbedaan antara mengatasi anak-anak yang pemarah dan mereka yang penurut.  Anak-anak yang suka jajan dan yang tidak terlalu suka.

Perbedaan-perbedaan ini tentunya tidak bisa dianggap sama dan dipukul rata dalam proses pendidikannya.

Perlu ada “treatment” khusus untuk setiap karakter anak.

Orangtua harus mempelajari itu lalu menerapkannya dalam setiap detik pertumbuhan anak-anak mereka.


Wednesday, April 11, 2018

6B Kebiasaan Orangtua untuk Melahirkan Anak-anak Hebat

kebiasaan baik dari orangtua


Banyak orang mengatakan bahwa tidak ada resep atau rumus untuk melahirkan anak-anak yang hebat.

Hal ini mungkin benar, mengingat anak-anak yang hebat itu tidak muncul dengan seketika. Mereka tidak dilahirkan dengan cara-cara instan.

Tapi kita bisa melihat,

banyak orangtua yang berhasil mencetak generasi-generasi hebat sebagai calon penerus mereka.

Tentu hal ini bukan merupakan suatu kebetulan. Pasti ada langkah-langkah yang telah dilakukan. Dan jika ini bukan sebuah kebetulan, maka berarti ini sudah dipersiapkan.

Apa rahasia para orangtua ini?

Jika boleh kita mengintip keseharian mereka,

ada pola dan perilaku yang sama yang diterapkan para orangtua ini untuk memunculkan anak-anak dengan talenta yang membanggakan.

Para orangtua (yang sebenarnya juga hebat ini) ternyata memiliki kebiasaan-kebiasaan yang oleh orang awam dianggap sebagai hal yang biasa saja dan tidak memiliki pengaruh apa-apa.

Kebiasaan-kebiasaan itu bisa kita rumuskan dengan 6B, yaitu Bicara, Bacakan cerita, Bermain, Batasi tontonan, Bangun bakatnya dan Berpelukan.

Agar lebih jelas, kita bisa membahasnya satu per satu.

Berikut ini adalah kebiasaan-kebiasaan orangtua yang terbukti sukses mengembangkan kecerdasan anak-anak mereka.


1. Bicara dengan mereka


Berbicara dengan anak-anak adalah salah satu kebiasaan yang wajib dilakukan untuk membentuk anak-anak yang cakap.

Hasil penelitian menyatakan bahwa kuantitas percakapan berbanding lurus dengan peningkatan IQ dan perkembangan kemampuan membaca mereka.

Artinya, semakin banyak anak diajak berbicara, maka akan semakin tinggi kemampuan membaca dan intelektual mereka.

Bahkan disebutkan bahwa lebih dari 95% kosa kata yang dimiliki anak-anak yang masih berusia 3 tahun,
didapatkan dari orangtuanya.

Maka mengajak bicara anak-anak semenjak masih bayi harus menjadi kebiasaan para orangtua.

Ajak bicara saat memandikan mereka, saat memakaikan pakaian, saat mereka bermain,

bahkan saat kita sedang sibuk mengerjakan pekerjaan di rumah.

2. Bacakan cerita untuk mereka


Selain mengajak mereka berbicara,

cara lain yang juga efektif untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak adalah dengan membacakan mereka cerita atau dongeng.

Selain dapat meningkatkan kemampuan mendengar dan berbicara,

kebiasaan membacakan cerita ini dapat melatih imajinasi, kreatifitas dan nalar anak-anak.

Bahkan anak-anak yang terbiasa dibacakan dongeng atau cerita selama 20 menit perhari menjadi lebih unggul dari anak-anak lainnya di usia remaja,

dalam hal daya ingat dan penyelesaian masalah.

Mereka-mereka ini hampir bisa dipastikan mencapai kesuksesan saat di Sekolah Menengah Atas.

3. Biarkan mereka bermain


Banyak orangtua yang masih salah paham tentang bagaimana membantuk anak-anak yang cerdas.

Menurut mereka,

bermain, adalah sebuah kegiatan yang tidak ada faedahnya. Sia-sia dan tanpa manfaat yang berarti.

Padahal seorang fisikawan terkemuka, pernah mengatakan begini,

“Jika sukses sama dengan A, maka rumusnya adalah A = x + y + z. “x” adalah bekerja, “y” itu bermain, dan “z” tidak banyak bicara.” (Albert Einstein, 1879-1959)

Artinya bahwa bermain memiliki porsi yang sama pentingnya untuk melahirkan kesuksesan.

Bermain bukanlah suatu kegiatan yang tidak bermanfaat.

Bahkan ia adalah kegiatan yang membantu perkembangan kemampuan fungsi eksekutif,

yang mana fungsi ini sangat penting untuk membantu bekerjanya fungsi memori, memberi jawaban, penyelesaian masalah termasuk nanti bagaimana anak mengatur dirinya sendiri.

Findlandia, yang disebut-sebut sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, menerapkan metode bermain ini sebagai kurikulum pengajaran mereka.

Hasilnya, anak-anak di sana mampu menyelesaikan soal-soal 15 menit lebih cepat dari waktu normal yang disediakan.

4. Batasi menonton TV


Diakui atau tidak, televisi adalah salah satu sarana yang menunjang kegagalan anak-anak di dalam belajar.

Belum pernah dikabarkan bahwa ada anak-anak yang menjadi cerdas dan berprestasi di sekolah karena rajin menonton TV.

Yang terjadi malah sebaliknya,

“serangan” visual dari televisi justru sangat membebani kinerja otak anak-anak dan menghilangkan kreatifitas.

Menonton televisi lebih dari satu jam bisa menyebabkan masalah pada daya konsentrasi anak. Ini belum termasuk konten tayangan iklan yang jauh dari kesan mendidik.

Inilah sebabnya kenapa anak-anak dengan usia di bawah 2 tahun tidak boleh menonton TV sama sekali.

5. Bangun bakatnya


Membangun bakat anak bisa juga disebut mendukung fitrahnya.

Banyak orangtua yang seringkali secara tak sadar menghancurkan fitrah anak-anak mereka.

Misalnya, orangtua kerap memarahi anak-anak mereka yang dianggap terlalu banyak omongnya. Orangtua juga akan menunjukkan sikap tidak suka jika anak-anak mereka terlalu banyak bertanya dan curiga.

Padahal bisa jadi anak-anak yang banyak omongnya itu nanti akan menjadi seorang orator atau penceramah yang handal.

Bisa jadi anak-anak yang suka curigaan itu akan menjadi seorang detektif yang kuat nalurinya.

Kita tidak pernah tahu akan menjadi apa mereka nantinya. Maka daripada kita berusaha keras untuk membungkam bakat mereka, jauh lebih baik kita beri mereka dukungan sikap dan dukungan doa.

Dengan merasakan banyaknya dukungan dari orangtuanya, anak-anak itu akan tumbuh dengan kepercayaan diri yang kuat.

Semoga dengan kepercayaan dirinya itu mereka saat dewasa nanti bisa menemukan apa yang menjadi passion mereka sebenarnya.

6. Berpelukan sesering mungkin


Yang terakhir ini mungkin semua orangtua sudah mengetahuinya.

Bahwa berpelukan, berpegangan tangan, bermanja-manja, tertawa dan bernyanyi bersama merupakan asupan yang bergizi bagi perkembangan otak anak-anak kita.

Pada dasarnya aktifitas ini adalah merupakan sarana mentransfer emosi dari orangtua kepada anak-anak mereka sehingga perasaan-perasaan yang positif akan menular.

Karakter dan mental mereka pun akan terbangun dengan baik.


Thursday, April 5, 2018

10 Keahlian yang Wajib Dikuasai oleh Setiap Orangtua

cara menjadi orangtua yang baik

Menjadi orangtua tentu merupakan dambaan setiap pasangan. Bahkan segala upaya akan dilakukan ketika pasangan tersebut belum juga dikaruniai momongan.

Namun, jika mau jujur, menjadi orangtua bukanlah sebuah title yang menyenangkan.

Akan ada tanggung jawab yang harus kita emban ketika sebutan tersebut telah melekat pada diri kita.

Tanggung jawab tersebut adalah bagaimana mendidik dan mengajari anak-anak kita sikap-sikap positif untuk pembentukan mental dan karakter mereka.

Maka kemudian bukan menjadi “orangtua” yang perlu kita agung-agungkan,

namun bagaimana menjadi “orangtua yang terbaik” bagi anak-anak kita, atau bagaimana menjadi orangtua yang mengerti kebutuhan mereka,

itu yang harus kita upayakan.

Sehingga tentu diperlukan banyak keahlian yang harus dimiliki untuk tujuan tersebut.

Ada setidaknya 10 keahlian yang harus kita kuasai agar bisa menjadi orangtua yang terbaik dan yang mengerti tentang anak-anak kita.

1. Menjadi Pendengar yang Baik


Menjadi pendengar yang baik merupakan keahlian yang teramat penting yang wajib dikuasai oleh setiap orangtua.

Pada postingan tentang bagaimana cara menjadi pendengar yang baik untuk anak,

dituliskan bahwa kegagalan di dalam menjadi pendengar yang baik akan berujung pada kesalah-pahaman.

Kesalah-pahaman ini akan berimbas pada perbedaan visi dan misi antara orangtua dan anak. Sehingga tujuan yang kita harapkan,

akan sulit tercapai.

Maka solusinya adalah,

berikan kepada anak-anak kita kesempatan untuk menceritakan apa yang menjadi permasalahan mereka.

Dan tunjukkan kepada mereka perhatian khusus kita terhadap permasalahan tersebut.

2. Menjadi Pecinta Tanpa Syarat


Keahlian berikutnya yang harus dikuasai oleh setiap orangtua adalah menunjukkan rasa cinta dan sayang kita kepada mereka,

dalam kondisi dan keadaan apapun.

Selain dengan cara memberikan mereka hadiah-hadiah sederhana,

pelukan yang bersahabat dan ungkapan-ungkapan cinta akan menjadikan mereka merasa dihargai dan disayangi.


3. Menjadi Teman Terbaik


Bagi para orangtua yang bekerja, maka poin yang ketiga ini harus diupayakan dengan sungguh-sungguh.

Karena seharian penuh kita fokus kepada pekerjaan kita, maka ketika pulang ciptakan waktu yang berkualitas bersama anak-anak.

Hindari membawa pekerjaan ke rumah. Hindari gadget atau apapun yang bisa memisahkan kita dengan mereka.

Yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak itu adalah interaksi dengan orangtua mereka.

Maka kita bisa membuat permainan-permainan yang interaktif,

menceritakan dongeng atau kisah-kisah yang menarik,

atau sekedar berbincang-bincang tentang apapun yang itu bisa memperkuat emotional bonding kita dengan anak-anak.

4. Menjadi Tegas, namun Menyenangkan


Hal yang sangat penting untuk pembentukan karakter anak-anak kita adalah,

penerapan kedisiplinan di rumah.

Orangtua bisa menerapkan aturan-aturan khusus yang bisa membantu membentuk kepribadian baik pada anak-anak.

Namun penting untuk diingat,

bahwa aturan-aturan tersebut haruslah dibuat dengan bahasa yang menyenangkan.

Tanpa ancaman, apalagi kekerasan.


5. Menjadi Adil dan Konsisten


Keahlian yang ke-5 ini sangat erat kaitannya dengan apa yang disebut pada poin sebelumnya.

Jika aturan-aturan yang dibuat tadi bersifat umum,

maka aturan-aturan tersebut harus berlaku untuk semua anggota keluarga,

termasuk untuk orangtua.

Namun orangtua juga bisa membuat aturan yang berbeda-beda untuk setiap anggota keluarga.  Dengan cara ini kita akan mengajari anak-anak untuk bisa menghormati aturan-aturan yang diperuntukkan untuk anggota keluarga yang lain.

Selain itu, penting untuk tidak terlalu sering menggonta-ganti aturan yang sudah disepakati. Karena hal tersebut akan membuat anak-anak berpikir bahwa kita kurang tegas.

6. Menjadi Contoh yang Baik


Dalam setiap pembelajaran tentang parenting atau pembentukan karakter anak-anak,

hal yang selalu pasti disebutkan adalah keteladanan.

Bagaimana orangtua bisa menjadi role model bagi anak-anak mereka.

Tidak berlebihan jika orangtua diibaratkan sebagai lokomotif yang menyeret gerbong-gerbong di belakangnya. Mau sampai dimana gerbong-gerbong itu tergantung sampai dimana lokomotif berhenti.

Orangtua memang bisa mengajar anak-anaknya melalui kata-kata,

namun pemahaman mereka akan jauh lebih kuat dengan melihat apa yang kita lakukan.

7. Menjadi Ahli Mengapresiasi, Bukan Ahli Menghukum


Di dalam tulisan tentang 4 Kesalahan Seorang Pemimpin,

kesalahan yang paling utama dilakukan adalah tidak bisa menempatkan reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) pada saat yang tepat.

Kesalahan penerapan ini biasanya terjadi berupa pemberian hadiah untuk sikap buruk yang dilakukan anak dan pemberian hukuman atas niat baik sang anak.

Misalnya saat berada di tempat umum, si anak merengek-rengek minta dibelikan mainan. Namun karena keinginan tersebut tidak dituruti oleh orangtua, maka si anak kemudian menangis dan berteriak-teriak dengan keras.

Orangtua yang tidak tahan dengan situasi tersebut akhirnya memilih mengalah dengan membelikan mainan yang diinginkan.

Ini adalah contoh pemberian hadiah untuk sikap buruk anak-anak.

Contoh lain, misalnya si anak bermaksud memotong rumput yang sudah mulai meninggi di halaman rumah.

Namun karena masih belum terlalu paham, tanaman yang dipelihara oleh orangtuanya ikut terpotong bersama rumput-rumput itu.

Orangtua yang marah segera menghukum si anak.

Ini adalah contoh bagaimana orangtua memberikan hukuman untuk niat baik si anak.

8. Menjadi Diri Anak 


Kelanjutan dari poin 7 tentang apresiasi dan bukan hukuman,

maka agar orangtua bisa memahami maksud dan niat si anak, orangtua perlu untuk menjadi diri si anak.

Maksudnya adalah melihat dari sudut pandang mereka.

Bagaimana caranya?

Cara yang paling mudah adalah dengan cara bertanya dari hati ke hati kepada mereka. Dengan lemah lembut dan tanpa bentakan atau ancaman.

9. Menjadi Pembelajar


Tidak ada manusia (baca: orangtua) yang sempurna.

Bahkan jika anda tahu, penulis artikel inipun sebenarnya jauh dari kata itu di dalam mendidik anak-anaknya.

Namun satu hal yang tetap harus kita upayakan adalah kemauan untuk belajar menjadi orangtua yang tepat bagi mereka.

Selain membaca artikel atau buku-buku tentang parenting,

mengikuti seminar atau pengajian dengan tema pendidikan anak-anak,

membuat catatan-catatan tentang hal tersebut juga bisa kita lakukan (sebagaimana tujuan awal dibuatnya blog ini).

Mempelajari hal-hal yang seperti ini tidak akan membuat wibawa kita sebagai orangtua jatuh. Namun justru akan membuat anak-anak kita respek terhadap apa yang telah kita lakukan.

10. Menjadi Penyabar


Meski ditulis pada urutan yang paling akhir,

bukan berarti keahlian ini paling tidak penting.

Justru menjadi orangtua dengan sikap yang positif seperti ini akan “menular” kepada anak-anak kita.

Sebaliknya, orangtua yang mendidik anak-anaknya dengan sikap yang arogan dan kasar hanya akan menghasilkan preman-preman di masa mendatang.

Anak-anak itu akan tumbuh menjadi anak-anak yang tidak pandai memahami lingkungannya dan berempati terhadap sesamanya.

Pendidikan yang ditempuh melalui jalur kesabaran diibaratkan seperti pohon bambu yang butuh waktu sangat lama untuk tumbuh,

namun kemudian ia akan tumbuh dengan sangat tinggi dan sangat kuat.