Pohon bambu adalah salah satu jenis pohon yang memiliki pertumbuhan paling cepat di dunia.
The Book of Bamboo, karangan David Farelly (1984) melaporkan bahwa sebuah pohon bambu bisa tumbuh setinggi 1 meter hanya dalam waktu 24 jam saja!
Dan pada beberapa jenis, bambu ini bisa tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 meter!
Namun tahukah anda bahwa untuk mencapai “kecepatan” tumbuh seperti itu, sebatang bambu membutuhkan waktu hingga 5 tahun...
Ketika pertama kali ditanam, bambu tidak akan menunjukkan perkembangan yang berarti, meski sudah dipupuk atau disiram setiap hari.
Hal ini terjadi hingga tahun keempatnya.
Namun saat menginjak umur 5 tahun, barulah bambu ini akan tumbuh melesat cepat dan menjulang dengan tingginya!
Alasan kenapa pada tahun-tahun pertamanya bambu tidak mengalami pertumbuhan pada batangnya,
karena ternyata, ia mengalami perkembangan pada akarnya.
Bambu sedang mempersiapkan akar yang kuat, yang akan ia gunakan untuk menopang dan menahan batangnya yang tinggi.
Dari filosofi bambu ini kita bisa ambil setidaknya 2 pesan moralnya.
Seperti bambu yang butuh waktu untuk persiapan tumbuh, begitu juga dengan anak-anak.
Kita tidak bisa mendidik mereka dengan hanya beberapa kalimat lalu berharap hasilnya bisa terlihat seketika itu juga.
Tentu butuh waktu yang panjang agar kalimat-kalimat itu bisa menancap kuat di dada mereka,
membentuk pola pikir mereka,
dan kemudian menentukan bagaimana mereka bertindak.
Saya sudah pernah menulis tentang tahapan mendidik anak di sini.
Karena itulah sebagai orangtua sekaligus pendidik mereka, kunci utamanya ada dua:
SABAR dan KONSISTEN.
Tanpa kedua hal ini, mustahil pendidikan bisa berhasil.
Sebagaimana membangun sebatang bambu, maka seperti itulah gambaran kita membangun karakter anak-anak.
Mendidik mereka diibaratkan sama seperti mempersiapkan tunas-tunas bambu. (Mungkin karena inilah anak-anak itu disebut sebagai “tunas bangsa”).
Seorang ahli perkembangan dan perilaku anak, Brazelton, mengatakan bahwa tahun-tahun pertama yang dilalui oleh seorang anak akan menentukan pola pikirnya di dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya kelak.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya “pembentukan akar” untuk menghasilkan mental yang kuat pada diri anak-anak.
Lalu pertanyaannya,
jika proses pembentukan ini harus dimulai sedini mungkin, apa yang harus dilakukan oleh orangtua untuk mengawali langkah ini?
Studi dari beberapa psikolog anak menyebutkan bahwa untuk membentuk karakter yang kuat pada diri anak, maka ada 3 hal yang harus dimantapkan terlebih dahulu.
Ada yang menyebut ketiga hal ini dengan istilah “Triangle of Reflections”,
yaitu pemahaman tentang diri sendiri, pemahaman tentang lingkungannya dan pemahaman tentang Tuhan.
MEMAHAMI DIRI SENDIRI
Seperti yang pernah disampaikan pada 9 Tipe Kecerdasan Manusia, bahwa pada beberapa anak memang telah dianugerahi kecerdasan intrapersonal,
yaitu kemampuan untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Namun bukan berarti pada anak-anak yang lain kecerdasan ini tidak bisa dirangsang.
Justru jika anak-anak kita bukan termasuk yang memiliki kecerdasan tipe ini, maka kita harus berupaya membantu mereka untuk mengenali dan memahami diri mereka sendiri.
Beberapa langkah yang bisa kita lakukan antara lain:
Biasanya, orangtua adalah pihak yang paling tahu tentang karakter buah hati mereka.
Maka bantulah mereka dengan sesering mungkin berkomunikasi secara pribadi.
Dorong mereka untuk mengutarakan perasaannya, lalu berikan saran atau motivasi untuk itu.
Hal ini dapat memicu kepercayaan diri mereka, yang dalam konteks ini, menjadikan mereka untuk berpikir secara lebih obyektif tentang kelemahan diri mereka.
Salah satu dari salah dua poin agar anak memahami dirinya sendiri adalah dengan mengerti tentang kelemahannya.
Dengan terlalu mudah menjadi dewa penolong di saat mereka kesulitan justru akan menutup pintu bagi mereka untuk memahami diri sendiri. (Silahkan baca 10 kalimat yang menghancurkan harga diri anak)
MEMAHAMI LINGKUNGANNYA
Satu-satunya cara untuk memahami lingkungan adalah dengan terjun langsung untuk bersosialisasi dengan mereka.
Dengan mengajari anak-anak bersosialisasi, berarti kita memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengenali karakter-karakter di luar diri mereka,
yang hal ini tentu saja dibutuhkan untuk penguatan mental mereka.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengajari anak-anak mengenali lingkungannya.
Cara paling efektif untuk mengajari anak-anak adalah dengan memberi mereka contoh yang praktis.
Tunjukkan bagaimana kita menyapa tetangga, berbicara dengan teman atau berinteraksi dengan orang lain.
Hal ini dipercaya bisa mendorong mereka untuk bersikap terbuka terhadap lingkungannya.
Bagi siapapun, komunitas adalah sebuah tempat dimana setiap anggotanya lebih mudah untuk saling berinteraksi dan berbagi.
Hal ini karena pada komunitas terdapat kesamaan visi, misi ataupun hobi.
Jadi, tidak ada salahnya membiarkan anak-anak punya kelompoknya sendiri.
Atau kita bisa mengarahkan mereka untuk bergabung dengan tim- tim olahraga, atau sekedar bermain bersama dengan teman-teman di sekitar rumah.
Maksudnya adalah jangan terlalu memaksanya untuk keluar ataupun terlalu menahannya di dalam rumah.
Keduanya tidak baik untuk perkembangan anak-anak.
Persilahkan mereka untuk berekspresi, namun jangan sampai lalai mengawasi.
MEMAHAMI KONSEP KETUHANAN
Saat terbaik untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak adalah ketika mereka sudah bertanya tentang hal itu.
Sebuah ungkapan mengatakan,
Mungkin pernah terucap dari anak-anak kita pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan konsep ketuhanan ini. Misalnya,
“Kok dia bisa mati?”
“Tuhan itu di langit ya?”
“Uang ini dari Tuhan?”
Dan dengan berbagai variasinya.
Maka ketika kita berbicara tentang Tuhan kepada anak-anak, kita harus menggunakan bahasa mereka untuk menjelaskan hal ini.
Penjelasan sederhana seperti misalnya bahwa Tuhan itu tidak bisa dilihat namun bisa dirasakan, atau bahwa Tuhan akan selalu menjaga anak-anak yang baik,
bisa diberikan untuk mengawali penjelasan kita,
lalu secara bertahap sesuai dengan kapasitas usia mereka.
Selain dengan penjelasan-penjelasan sederhana, kita juga bisa mengajarkan kepada anak-anak untuk mengenal Tuhan mereka dengan misalnya,
mengajarkan doa-doa pendek yang dibaca setiap hari,
atau mengenalkan tentang ritual-ritual keagamaan yang memancing rasa ingin tahu mereka,
atau bisa juga dengan mengajak mereka bersedekah atau berbagi dengan anak-anak jalanan dan orang-orang yang kurang mampu.
The Book of Bamboo, karangan David Farelly (1984) melaporkan bahwa sebuah pohon bambu bisa tumbuh setinggi 1 meter hanya dalam waktu 24 jam saja!
Dan pada beberapa jenis, bambu ini bisa tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 meter!
Namun tahukah anda bahwa untuk mencapai “kecepatan” tumbuh seperti itu, sebatang bambu membutuhkan waktu hingga 5 tahun...
Ketika pertama kali ditanam, bambu tidak akan menunjukkan perkembangan yang berarti, meski sudah dipupuk atau disiram setiap hari.
Hal ini terjadi hingga tahun keempatnya.
Namun saat menginjak umur 5 tahun, barulah bambu ini akan tumbuh melesat cepat dan menjulang dengan tingginya!
Alasan kenapa pada tahun-tahun pertamanya bambu tidak mengalami pertumbuhan pada batangnya,
karena ternyata, ia mengalami perkembangan pada akarnya.
Bambu sedang mempersiapkan akar yang kuat, yang akan ia gunakan untuk menopang dan menahan batangnya yang tinggi.
Dari filosofi bambu ini kita bisa ambil setidaknya 2 pesan moralnya.
Satu: Pendidikan anak-anak bukan sesuatu yang instan
Seperti bambu yang butuh waktu untuk persiapan tumbuh, begitu juga dengan anak-anak.
Kita tidak bisa mendidik mereka dengan hanya beberapa kalimat lalu berharap hasilnya bisa terlihat seketika itu juga.
Tentu butuh waktu yang panjang agar kalimat-kalimat itu bisa menancap kuat di dada mereka,
membentuk pola pikir mereka,
dan kemudian menentukan bagaimana mereka bertindak.
Saya sudah pernah menulis tentang tahapan mendidik anak di sini.
Karena itulah sebagai orangtua sekaligus pendidik mereka, kunci utamanya ada dua:
SABAR dan KONSISTEN.
Tanpa kedua hal ini, mustahil pendidikan bisa berhasil.
Dua: Pendidikan anak-anak harus dibangun sejak dini
Sebagaimana membangun sebatang bambu, maka seperti itulah gambaran kita membangun karakter anak-anak.
Mendidik mereka diibaratkan sama seperti mempersiapkan tunas-tunas bambu. (Mungkin karena inilah anak-anak itu disebut sebagai “tunas bangsa”).
Seorang ahli perkembangan dan perilaku anak, Brazelton, mengatakan bahwa tahun-tahun pertama yang dilalui oleh seorang anak akan menentukan pola pikirnya di dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya kelak.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya “pembentukan akar” untuk menghasilkan mental yang kuat pada diri anak-anak.
Lalu pertanyaannya,
jika proses pembentukan ini harus dimulai sedini mungkin, apa yang harus dilakukan oleh orangtua untuk mengawali langkah ini?
Studi dari beberapa psikolog anak menyebutkan bahwa untuk membentuk karakter yang kuat pada diri anak, maka ada 3 hal yang harus dimantapkan terlebih dahulu.
Ada yang menyebut ketiga hal ini dengan istilah “Triangle of Reflections”,
yaitu pemahaman tentang diri sendiri, pemahaman tentang lingkungannya dan pemahaman tentang Tuhan.
MEMAHAMI DIRI SENDIRI
Seperti yang pernah disampaikan pada 9 Tipe Kecerdasan Manusia, bahwa pada beberapa anak memang telah dianugerahi kecerdasan intrapersonal,
yaitu kemampuan untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
Namun bukan berarti pada anak-anak yang lain kecerdasan ini tidak bisa dirangsang.
Justru jika anak-anak kita bukan termasuk yang memiliki kecerdasan tipe ini, maka kita harus berupaya membantu mereka untuk mengenali dan memahami diri mereka sendiri.
Beberapa langkah yang bisa kita lakukan antara lain:
1. Komunikasi dua arah
Biasanya, orangtua adalah pihak yang paling tahu tentang karakter buah hati mereka.
Maka bantulah mereka dengan sesering mungkin berkomunikasi secara pribadi.
Dorong mereka untuk mengutarakan perasaannya, lalu berikan saran atau motivasi untuk itu.
Hal ini dapat memicu kepercayaan diri mereka, yang dalam konteks ini, menjadikan mereka untuk berpikir secara lebih obyektif tentang kelemahan diri mereka.
2. Tidak terlalu mudah membantu mereka
Salah satu dari salah dua poin agar anak memahami dirinya sendiri adalah dengan mengerti tentang kelemahannya.
Dengan terlalu mudah menjadi dewa penolong di saat mereka kesulitan justru akan menutup pintu bagi mereka untuk memahami diri sendiri. (Silahkan baca 10 kalimat yang menghancurkan harga diri anak)
MEMAHAMI LINGKUNGANNYA
Satu-satunya cara untuk memahami lingkungan adalah dengan terjun langsung untuk bersosialisasi dengan mereka.
Dengan mengajari anak-anak bersosialisasi, berarti kita memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengenali karakter-karakter di luar diri mereka,
yang hal ini tentu saja dibutuhkan untuk penguatan mental mereka.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengajari anak-anak mengenali lingkungannya.
1. Beri contoh langsung
Cara paling efektif untuk mengajari anak-anak adalah dengan memberi mereka contoh yang praktis.
Tunjukkan bagaimana kita menyapa tetangga, berbicara dengan teman atau berinteraksi dengan orang lain.
Hal ini dipercaya bisa mendorong mereka untuk bersikap terbuka terhadap lingkungannya.
2. Memiliki komunitas
Bagi siapapun, komunitas adalah sebuah tempat dimana setiap anggotanya lebih mudah untuk saling berinteraksi dan berbagi.
Hal ini karena pada komunitas terdapat kesamaan visi, misi ataupun hobi.
Jadi, tidak ada salahnya membiarkan anak-anak punya kelompoknya sendiri.
Atau kita bisa mengarahkan mereka untuk bergabung dengan tim- tim olahraga, atau sekedar bermain bersama dengan teman-teman di sekitar rumah.
3. Jangan terlalu over
Maksudnya adalah jangan terlalu memaksanya untuk keluar ataupun terlalu menahannya di dalam rumah.
Keduanya tidak baik untuk perkembangan anak-anak.
Persilahkan mereka untuk berekspresi, namun jangan sampai lalai mengawasi.
MEMAHAMI KONSEP KETUHANAN
Saat terbaik untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak adalah ketika mereka sudah bertanya tentang hal itu.
Sebuah ungkapan mengatakan,
“When the student ask WHY or HOW, that is when they are really ready to learn something.”
Mungkin pernah terucap dari anak-anak kita pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan konsep ketuhanan ini. Misalnya,
“Kok dia bisa mati?”
“Tuhan itu di langit ya?”
“Uang ini dari Tuhan?”
Dan dengan berbagai variasinya.
Maka ketika kita berbicara tentang Tuhan kepada anak-anak, kita harus menggunakan bahasa mereka untuk menjelaskan hal ini.
Penjelasan sederhana seperti misalnya bahwa Tuhan itu tidak bisa dilihat namun bisa dirasakan, atau bahwa Tuhan akan selalu menjaga anak-anak yang baik,
bisa diberikan untuk mengawali penjelasan kita,
lalu secara bertahap sesuai dengan kapasitas usia mereka.
Selain dengan penjelasan-penjelasan sederhana, kita juga bisa mengajarkan kepada anak-anak untuk mengenal Tuhan mereka dengan misalnya,
mengajarkan doa-doa pendek yang dibaca setiap hari,
atau mengenalkan tentang ritual-ritual keagamaan yang memancing rasa ingin tahu mereka,
atau bisa juga dengan mengajak mereka bersedekah atau berbagi dengan anak-anak jalanan dan orang-orang yang kurang mampu.
Saya setuju untuk pendidikan anak harus di bangun sejak dini dan tidak instan seperti hal nya dengan pojhon bambu yang mempersiapkan akarnya untuk menahan beban di kala bambu suidah tumbuh dan melesat tinggi
ReplyDeleteya, butuh kesabaran dan konsisten dari orgtuanya...
DeleteDapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www,SmsQQ,com
ReplyDeleteKeunggulan dari smsqq adalah
*Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
*Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
*Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
*Bonus Setiap Hari Dibagikan
*Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
*Bonus referral 10% + 10%
*Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
*Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )
Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66
Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com