October 2016 - Archieve

Under the hood articles from the past.

Tuesday, October 4, 2016

Bisakah Mengubah Mindset yang Sudah Terbentuk pada Anak?

Setelah pada postingan sebelumnya kita membahas tentang pentingnya sebuah Mindset serta bagaimana cara membangun mindset yang positif,

maka sebuah pertanyaan lanjutan pun muncul.

Apakah sebuah mindset yang sudah terlanjur tertanam pada alam bawah sadar anak-anak bisa diubah?


parenting, pendidikan karakter, pendidikan anak


Telah kita ketahui bahwa membentuk mindset yang baik pada anak-anak adalah proses yang cukup panjang, yang telah kita mulai – bahkan – sejak sebelum mereka lahir.

Yang kita sebut sebagai proses yang panjang itu adalah informasi yang kita berikan secara intens sehingga ia mengendap dan tersimpan pada alam bawah sadar,

lalu memegang kendali pada perilaku dan sikap anak-anak kita.

Maka bagaimana mungkin kita bisa mengubah sesuatu yang sudah kadung tertanam kuat pada diri mereka?

Jawabannya, bisa!

Namun sebelum kita berbicara tentang bagaimana mengubah mindset anak-anak kita,

akan lebih baik jika kita menelusuri terlebih dahulu bagaimana cara sebuah mindset itu masuk ke dalam pikiran bawah sadar seseorang.

Seperti yang sempat dijelaskan pada postingan sebelumnya, bahwa otak kita memiliki bagian penting yang disebut critical area.

Sesuai namanya, critical area ini berfungsi untuk mengkritisi, menyaring dan memilih informasi mana yang logis dan informasi mana yang tidak logis.

Biasanya, hal-hal yang tidak masuk akal atau bertentangan dengan logika akan ter”razia” di sini.

Informasi yang terjaring critical area selanjutnya ia akan disimpan di dalam pikiran bawah sadar sebagai MEMORI: bahwa pernah ada informasi seperti itu.

Sedangkan informasi yang diterima oleh critical area, ia akan menetap dan disimpan di dalam pikiran bawah sadar sebagai sebuah keyakinan atau kepercayaan.

Inilah yang kita sebut MINDSET.

Nah, kabar lainnya,

meski terbentuknya mindset ini melalui pemeriksaan critical area, namun ada beberapa informasi – yang seharusnya tertolak – justru lolos dari penyaringan.

Dengan beberapa tindakan khusus, hal-hal yang tidak masuk akal bisa dipaksa masuk atau lolos dari filter critical area,

untuk kemudian menjadi mindset di dalam diri seseorang.

Tindakan khusus tersebut bisa dirinci menjadi 4 cara:

1. Pengulangan informasi secara intens


Di antara tindakan-tindakan khusus untuk meloloskan sebuah informasi dari critical area adalah dengan cara memasukkan informasi tersebut secara terus menerus.

Hal-hal yang secara kontinyu diulang-ulang lambat laun akan diterima oleh pikiran seseorang sebagai mindset.

Seorang pendidik, misalnya, tidak sekali-dua kali mengingatkan murid-muridnya agar selalu datang tepat waktu ke sekolah.

Ini adalah salah satu upaya untuk menanamkan mindset positif.

Akibatnya kita menjadi malu saat terlambat datang ke sekolah. Pemikiran bahwa terlambat adalah suatu hal yang salah dan memalukan telah menjadi mindset dalam diri kita.

Sehingga kita selalu berupaya agar tidak datang terlambat.

Alam bawah sadar kita merespon seperti itu karena kalimat-kalimat tersebut terus diulang-ulang oleh pendidik setiap hari.

Begitu puladengan seorang khatib yang selalu menyampaikan perintah-perintah agama di setiap ceramahnya.

Akibat pengulangan kalimat-kalimat positif itulah kita menjadi tergerak untuk berlaku positif juga.

Hal yang sama juga berlaku untuk informasi-informasi yang negatif.

Saat kecil, kita sebenarnya tidak punya rasa takut. Rasa penasaran-lah yang lebih besar.

Namun cerita hantu-hantu yang menyeramkan mulai membuat kita takut saat informasi itu terus menerus diputar di benak kita.

2. Sumber yang kita percaya


Anak-anak kita lebih cenderung percaya dengan ucapan kita - sebagai orangtuanya - daripada ucapan orang lain, meski kita sedang berbohong atau bercanda.

Pendapat dari orangtua, guru ataupun orang lain yang menjadi idola kita lebih mudah diterima dan lebih mudah masuk ke dalam diri kita sebagai mindset.

Hal ini terjadi karena kita menganggap semua ucapan orang-orang yang kita percaya adalah BENAR.

3. Hipnosis


Jika pada poin pertama dijelaskan bahwa proses pembentukan mindset dilakukan dengan “memaksakan” sebuah informasi masuk melalui critical area dengan cara mengulang-ulang informasi tersebut,

maka pada poin kedua dan ketiga ini cara yang dilakukan sebenarnya adalah memasukkan informasi tanpa melalui filter critical area.

Hipnosis didefinisikan sebagai sebuah keadaan dimana alam sadar seseorang dalam kondisi tidak aktif. Pada kondisi ini critical area juga dalam keadaan tidak aktif.

Artinya, ia tidak lagi bisa membedakan mana informasi yang logis dan mana yang tidak.

Akibatnya, semua informasi yang masuk – dalam kondisi ini – mengendap di alam bawah sadar dan menjadi mindset.

Kondisi yang sama juga terjadi pada seorang pasien operasi yang berada di bawah pengaruh obat bius.

Ucapan dokter atau perawat yang berada di dekatnya bisa menjadi sugesti yang membentuk mindsetnya.

4. Kejadian tragis dan luar biasa


Saat kita melihat sebuah kejadian yang tragis, yang menghentak emosi kita,

maka otak akan langsung mengambil sebuah kesimpulan dan menyimpannya di alam bawah sadar kita sehingga terbentuklah mindset.

Misalnya seorang gadis yang dikhianati teman laki-lakinya, bisa jadi terbentuk mindset bahwa semua laki-laki adalah pengkhianat, atau berhubungan dengan sesama perempuan lebih baik daripada dengan seorang laki-laki.

Ini adalah beberapa proses bagaimana sebuah sistem kepercayaan atau mindset terbentuk.

Setelah kita memahami proses-proses tersebut,

maka cara untuk mengubah mindset pada diri seseorang bisa dilakukan dengan menggunakan (atau menggabungkan) prinsip-prinsip di atas.

Afirmasi


Afirmasi berarti peng-ikrar-an. Yaitu tindakan mengikrarkan sebuah kalimat positif dengan tujuan untuk membentuk mindset positif.

Saya jadi teringat sebuah film animasi besutan Disney-Pixar, CARS.

Di dalam film tersebut, tokoh utama yang digambarkan sebagai mobil balap, setiap kali akan memulai perlombaannya, selalu mengikrarkan kalimat-kalimat pendek yang positif.

“Aku hebat...”, “Aku secepat kilat...”, “Aku pemenang!”

Ini adalah salah satu bentuk afirmasi.

Kalimat-kalimat positif tersebut harus diucapkan dengan penuh penekanan.Tujuannya agar ia tertanam ke dalam pikiran bawah sadar sebagai mindset,

yang kemudian mampu mengontrol gerak fisik dan tindakan kita.

Pada anak-anak kita, kita bisa merubah kalimatnya menjadi,

“Kakak adalah anak yang penuh semangat...”, “Kamu adalah anak yang percaya diri...”, “Saat bangun nanti, kamu akan ceria sekali...”, dan sebagainya.

Dengan kita melakukannya berulang-ulang – setiap hari - maka lambat laun kalimat-kalimat tersebut akan menjadi sebuah keyakinan pada diri anak.

Dan karena kita adalah sosok orangtua yang dipercaya dan menjadi idola anak-anak kita, maka tanpa sadar kita sudah menggabungkan dua metode pembentukan mindset yang telah ditulis di atas,

yaitu Pengulangan dan Sumber yang dipercaya.

Lalu jika kemudian kita melakukannya pada anak di waktu-waktu yang tepat (biasanya saat anak-anak menjelang terlelap atau sesaat setelah bangun pagi),

kita mungkin telah menggabungkan ketiga metode sekaligus: Pengulangan, Sumber yang dipercaya dan Hipnosis.

Hal ini terjadi karena pada waktu-waktu tersebut otak manusia berada pada gelombang alfa,

yaitu keadaan dimana seseorang berada dalam kondisi antara sadar dan tidak.

Pada kondisi inilahsebuah mindset lebih mudah masuk ke dalam pikiran bawah sadar.

(Barangkali inilah sebabnya kenapa beberapa pengajian agama dimulai sekitar pukul 9 atau 10 malam. Hal ini dimaksudkan agar materi lebih mudah masuk dan tersimpan sebagai mindset karena pada jam-jam tersebut biasanya orang sudah mulai mengantuk.)

Lalu bagaimana kalimat yang baik untuk ber-afirmasi?


Karena tujuannya adalah untuk membentuk cara berpikir positif, maka kalimat-kalimat yang ditekankan adalah kalimat-kalimat positif juga.

Sebaiknya kita menghindari menggunakan kalimat-kalimat yang mengandung kata “tidak”, “jangan”, dst.

Jika kita seorang muslim, maka doa-doa harian itulah sesungguhnya kalimat afirmasi yang paling ampuh.

Terakhir, sebagai penutup postingan kali ini,

selain dengan ucapan-ucapan positif, afirmasi bisa dilakukan dengan cara mengubah ucapan-ucapan positif tersebut menjadi sebuahgambar.

Metode afirmasi dengan membayangkan ini juga memiliki aturan yang sama dengan afirmasi dengan pengucapan,

yaitu penggambaran yang dilakukan haruslah diupayakan se-rinci dan se-detil mungkin. Seperti mimik wajah, gerakan tangan, emosi yang terlibat di dalamnya, dan sebagainya.