Wednesday, September 28, 2016

Bagaimana Mindset Mengubah Kehidupan Anak-anak Kita?

parenting, pendidikan karakter, pendidikan anak


Saya masih ingat ketika 15 tahun yang lalu salah seorang ustadz kami mengutip sebuah quote yang berbunyi begini,

“Cara anda berpikir mempengaruhi cara anda berbuat. Dan cara anda berbuat mempengaruhi bagaimana orang lain menilai anda.”

Maksud dari kalimat di atas adalah bahwa cara berpikir yang kita bangun memiliki pengaruh besar terhadap hubungan kita dengan orang lain.

Dan jika cara berpikir ini mempengaruhi cara kita berperilaku,

maka tentu saja, hal ini juga akan berpengaruh pada kehidupan kita, secara pribadi.

Jadi inti dari kalimat di atas adalah,

membentuk cara berpikir alias mindset adalah hal pertama yang harus kita tempa pada diri anak-anak kita, sebelum kita menyiapkan hal-hal lainnya untuk kehidupan mereka nanti.

Bahkan di dalam sebuah bisnis, mindset ini ternyata memegang peranan yang sangat penting.

Ia bisa menjadi penyebab bisnis tersebut akan pesat berkembang atau tumbang terjengkang.

Mindset beda, hasil beda!


Ada sebuah cerita lama yang cukup inspiratif, yang mungkin anda sudah pernah membacanya.

Cerita ini menggambarkan bagaimana mindset yang berbeda bisa membuat perbedaan besar di dalam kehidupan seseorang.

Ada 2 orang bersaudara yang merupakan anak dari seorang pengusaha besar.

Karena usia yang sudah cukup matang, kedua bersaudara ini ingin membuka usaha mereka sendiri.

Keduanya lalu menemui sang ayah untuk meminta persetujuan atas keinginan mereka tersebut.

Sang ayah rupanya sangat setuju dengan keinginan kedua putranya. Bahkan sang ayah memberikan pesan kepada mereka. Sebuah pesan yang sama, namun akan memberikan dampak berbeda bagi keduanya.

Pesan dari sang ayah berisi 2 hal yang cukup singkat,

yaitu “jangan pernah menagih hutang” dan “jangan sampai terkena sinar matahari”.

Maka dengan berbekal dua hal ini, keduanya pun memulai perjalanan mereka sebagai seorang pengusaha.

Singkat cerita, beberapa tahun kemudian mulailah tampak perbedaan diantara bisnis keduanya.

Bisnis yang dirintis oleh saudara yang satu menjadi lebih maju, lebih besar dan berkembang dengan sangat bagus.

Sedangkan usaha yang dimiliki oleh saudara yang satunya lagi terus mengalami penurunan, bahkan sudah diambang kebangkrutan.

Karena penasaran, maka saudara yang bangkrut ini pun menemui saudaranya dengan maksud mempertanyakan kenapa usahanya gagal padahal ia telah mengikuti pesan sang ayah?

Akhirnya diketahui bahwa penyebab kegagalan bisnis yang satu dan keberhasilan usaha yang lain adalah karena perbedaan keduanya di dalam mengartikan pesan tersebut.

Pesan “jangan pernah menagih hutang”, diartikan oleh saudara yang satu agar sama sekali tidak menagih hutang kepada orang yang berhutang kepadanya.

Sehingga meski orang tersebut lupa atau memang sengaja tidak membayar hutangnya, saudara yang satu ini tidak pernah mempersoalkannya.

Sedangkan saudara yang satunya lagi mengartikan pesan tersebut dengan cara menerapkan penjualan hanya secara cash, sehingga tidak ada transakasi hutang-piutang.

Perputaran uang lancar. Modal pun aman.

Sedang pada bisnis yang satunya, jelas, karena piutangnya ada di mana-mana, cash flow tersendat. Modal pun sedkit demi sedikit terkikis.

Sedangkan pesan “jangan terkena sinar matahari”diartikan saudara yang satunya agar menjaga kulitnya dari terkena sinar matahari.

Maka sejak awal ia sudah membeli sebuah mobil baru agar saat berangkat dan pulang dari kantornya ia tidak terkena sinar matahari.

Ada pengeluaran besar saat belum ada profit. Aliran uang yang tidak lancar ditambah beban perawatan untuk kendaraan menyebabkan usahanya gulung tikar.

Tapi tidak bagi saudara yang satunya lagi.

Karena hanya berbekal motor yang ia punya, maka ia pun berangkat lebih pagi – sebelum matahari terbit - dan pulang lebih malam, setelah matahari terbenam.

Dengan jam kerja yang jauh lebih lama, maka produktifitas usahanya pun jauh lebih baik.

Nah, ini adalah salah satu ilustrasi betapa pentingnya “cara kerja” mindset ini.

Mindset tidak bisa dijiplak!


Masih contoh dari dunia bisnis,

ada sebuah metode sederhana yang bisa kita terapkan saat akan memulai sebuah usaha.

Metode tersebut oleh teman-teman entrepreneur biasa disingkat dengan ATM. Yaitu Amati, Tiru dan Modifikasi.

Dengan mengamati usaha orang lain, kita akan punya gambaran besar tentang usaha yang akan kita jalankan.

Kita bisa punya gambaran detil tentang hal-hal apa saja yang dibutuhkan, kelebihan dan kelemahannya, termasuk juga kalkulasi modal yang dibutuhkan.

Selanjutnya kita tinggal menerapkan (baca: meniru) hal-hal tersebut pada usaha yang kita jalankan.

Dan dengan beberapa modifikasi yang kreatif, usaha kita bisa menjadi lebih baik daripada usaha orang lain tersebut.

Sepintas cara ini sangat efektif untuk mendongkrak omset bisnis kita.

Secara logika, usaha yang kita jalankan jelas lebih baik daripada usaha orang yang kita tiru.

Namun, tahukah kita bahwa hal ini tidak pernah menjamin bahwa bisnis kita akan lebih berhasil daripada usaha orang lain.

Masalahnya adalah, yang bisa kita contek hanyalah hal-hal yang bersifat fisik dan bisa dipelajari.

Misalnya teknik pembuatan produk, mencari tempat kulakan, strategi pemasaran, cara kerja tim, cara berkomunikasi dengan customer, dan hal-hal lainnya yang kita sebut “bersifat fisik”.

Namun ada satu hal lagi - yang sangat penting - yang tidak bisa dicontek secara langsung.

Yaitu MINDSET.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa mindset tidak bisa dipelajari, karena ia terbentuk di alam bawah sadar kita.

Inilah yang menjadikan bagaimana dua orang yang melakukan hal yang sama bisa mendapatkan hasil yang berbeda.

Sejalan dengan kutipan di atas, maka “Beda mindset berarti beda pengelolaan. Beda pengelolaan berarti berbeda pula yang akan dihasilkan”.

Akan tetapi, meski tadi disebutkan bahwa mindset tidak bisa dipelajari (karena sudah kadung terbentuk pada alam bawah sadar kita),

namun ada cara-cara tertentu yang bisa dilakukan untuk mengubah mindset tersebut.

Mengubah dari cara berpikir lama ke sistem pola pikir yang baru.


Bangun mindset anak kita!


Mindset adalah bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita bertindak.

Mindset adalah penggabungan dari sekumpulan harapan, pendapat, kebiasaan, keputusan dan keyakinan.

Mindset itu adalah Thomas Alva Edison ketika berusaha menciptakan sebuah lampu pijar.

Artinya, mindset bukanlah sesuatu yang tiba-tiba ada. Ia terbentuk pada diri seseorang semenjak kecil.

Bahkan, sejak sebelum orang tersebut lahir.

Lalu bagaimana cara membentuk mindset ini?

Ada tahapan-tahapan pembentukan pola pikir pada diri anak, berdasarkan usia mereka.

Secara garis besarnya, ada 3 tahap yang akan dilalui.

1. Pembentukan pada masa kehamilan


Dikatakan bahwa memori janin telah terbentuk utuh saat usia kandungan telah mencapai 3 bulan.

Maka tahapan pembentukan pola pikir yang bisa dilakukan pada masa ini adalah menjaga emosi sang ibu agar tetap stabil.

Banyak kasus-kasus yangtidak diinginkan terjadi disebabkan karena gangguan emosi sang ibu, yang hal tersebut akan berdampak langsung terhadap janin.

Selain itu, hal lainnya yang bisa dilakukan adalah memberikan rangsangan pendidikan.

Bisa dengan cara memperdengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an, hafalan surat-surat pendek, dasar-dasar bahasa, sentuhan fisik, dan sebagainya.

2. Pembentukan pada masa bayi


Pada masa ini pikiran sadar pada bayi belum terbentuk, sehingga rangsangan dari luar tidak terlalu berpengaruh.

Akan tetapi semua rangsangan-rangsangan tersebut akan disimpan di alam pikiran bawah sadar.

Dalam hal ini yang akan terbentuk pada pikiran sang bayi adalah KEPERCAYAAN.

Maka dengan menerima anak apa adanya dan tidak menuntut berlebihan kepadanya, serta tetap menjalin komunikasi yang hangat dan tetap mendoakannya adalah hal-hal yang bisa dilakukan untuk membentuk mindset positifnya.

3. Pembentukan pada masa kanak-kanak


Para psikolog menyebut masa ini adalah masa tanam.

Pada masa ini transfer pola pikir positif dari orangtua ke anak biasanya mulai mendapat penolakan. Hal ini terjadi karena pada masa anak-anak mulai terbentuk filter mental mereka.

Sebagaimana diketahui ada salah satu bagian otak yang kita sebut critical area.

Setiap informasi yang masuk akan disaring di bagian ini. Jika informasi dianggap tidak masuk akal, maka critical area akan menolaknya.

Meski tertolak, informasi ini akan tetap tersimpan di alam bawah sadar. Bukan sebagai mindset, akan tetapi hanya sekedar memori bawah sadar.

Namun pada beberapa perlakuan, informasi yang seharusnya difilter oleh critical area bisa saja “lolos” dan menetap pada alam bawah sadar menjadi mindset.

Hal ini bisa terjadi pada kasus hipnotis, trauma, atau pada suatu hal yang diulang terus menerus.

Untuk meminimalisir penolakan-penolakan tersebut, maka penanaman cara berpikir yang positif ini harus dilakukan dalam keadaan yang menyenangkan.

Bisa melalui hobi dan kesukaan mereka, cerita-cerita imajinatif yang menginspirasi serta diskusi-diskusi ringan di dalam keluarga.

Rewarding and punisment (hadiah dan hukuman) juga mulai bisa diterapkan dalam kadar ringan untuk membentuk kebiasaan baik dalam keluarga.


Unknown

Author & Editor

Bukan seorang ayah yang sempurna. Hanya berusaha mewariskan sifat baik dan sikap positif untuk anak-anak kami.

2 komentar:

  1. benar sekali, membuat cara berpikir anak menjadi dewasa dan mandiri harus dimulai dari sejak kecil.. Harus itu

    ReplyDelete