November 2017 - Archieve

Under the hood articles from the past.

Sunday, November 19, 2017

6 Manfaat Mendongeng ini Penting untuk Diketahui Orangtua

manfaat mendongeng untuk anak

Mendongeng,

sepertinya sudah menjadi suatu hal yang sangat langka bagi –meminjam istilah terkini- orangtua jaman now.

Mendongengkan sebuah cerita untuk anak-anak kini sudah tergantikan dengan permainan-permainan online, streaming youtube, dan sebagainya.

Orangtua,

dengan alasan klasiknya: lelah setelah bekerja

menganggap bahwa aktivitas mendongeng untuk anak-anak mereka adalah suatu kegiatan yang membuang-buang waktu dan tidak bermanfaat.

Karena itulah kemudian para orangtua ini memberikan sebuah “dunia” tersendiri untuk anak-anak mereka.

Dunia yang memiliki dinding agar sang anak tidak lagi menganggu aktivitas orangtua saat tiba di rumah.

Maka dibiarkanlah anak-anak ini bermain dengan gadgetnya sendirian di kamar.

Atau jika tidak begitu,

diberikanlah peraturan keras bahwa ketika ayah atau ibu mereka pulang dari bekerja

tidak boleh diganggu dengan alasan apapun karena mereka sudah LELAH.

Sehingga inilah yang kemudian akan terjadi:

Anak-anak sibuk dengan aktivitasnya. Orangtua sibuk dengan kegiatannya.

Berada di dalam satu ruangan, namun tidak saling mengenal.

Ini ironis.


Manfaat mendongeng menurut para ahli


Kita ingat atau tidak, dulu ketika kita masih kecil,

betapa gembiranya saat ayah atau ibu kita datang dengan membawa sebuah majalah anak-anak yang masih baru.

Kita senang dengan cerita-cerita dan gambar-gambar di dalamnya.

Apalagi jika kemudian ayah atau ibu kita membacakannya untuk kita.

Kenapa “fasilitas” yang sama tidak kita berikan juga kepada anak-anak kita?

Membacakan cerita untuk anak-anak atau mendongeng memiliki manfaat yang sangat besar yang mungkin tidak kita sadari.

Di dalam catatan ayahnulis, ada sedikitnya 6 manfaat yang terpenting yang bisa didapatkan oleh anak-anak dengan kegiatan mendongeng ini.

1. Meningkatkan kemampuan mendengar, berbicara dan berbahasa


Ini adalah manfaat dongeng bagi anak yang paling “ringan” diantara manfaat-manfaat yang akan disebut belakangan.

Dengan banyaknya kosa kata baru yang mereka dengar melalui sebuah dongeng,

anak-anak akan mulai mengembangkan kemampuan mendengar, berbicara dan keterampilan berbahasa mereka,

tanpa kita menyadarinya.

Sehingga meski dikatakan sebagai manfaat yang paling ringan,

peningkatan hal-hal ini adalah kunci pembuka dari perkembangan-perkembangan selanjutnya.

Inilah tujuan mendongeng yang paling dasar.

2. Merangsang minat baca mereka


Dengan seringnya anak-anak mendengar cerita-cerita yang menarik,

mereka akan tergugah untuk mulai membacanya sendiri sehingga ketertarikan pada aktivitas membaca akan terbentuk pada mereka.

Seperti yang telah kita tahu bahwa membaca adalah aspek penting dalam proses tumbuh kembang anak.

Karena membaca juga menjadi kunci pembuka untuk memahami segala hal,

seperti yang diisyaratkan pada wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Melatih imajinasi, kreativitas dan daya nalar anak-anak


Ini jelas.

Karena ketika mendongeng, tidak ada yang bisa dilakukan oleh anak-anak kecuali membayangkan dan meng-visualkan cerita yang kita bawakan.

Kemampuan imajinasi yang terlatih akan berdampak dengan peningkatan kreativitas mereka.

Definisi sederhana dari kreativitas biasanya diterjemahkan sebagai suatu kegiatan untuk menciptakan suatu karya yang baru.

Maka semakin kreatif seseorang, ia berpeluang menjadi pemimpin dan trendsetter di bidang tersebut.

Kita tentu ingat kisah Wright Bersaudara,

yang dengan kreativitasnya berhasil menciptakan sebuah pesawat terbang yang berhasil mengudara untuk pertama kalinya di dunia

dimana saat itu semua orang berpikir bahwa tidak mungkin manusia bisa terbang.

Kreativitas memang biasanya berawal dari pertanyaan-pertanyaan yang kemudian terjawab dengan berkembangnya nalar.

Seperti yang dikatakan Einstein,

“Saya bukanlah orang yang memiliki bakat khusus. Saya hanya penasaran.”

Maka tidak heran penemuan teori grafitasi yang terkenal milik Sir Issac Newton itu ternyata berawal dari sebuah pertanyaan sederhana,

“Kenapa buah apel bisa jatuh ke bawah?”

4. Meningkatkan pengetahuan, daya ingat, keterampilan berpikir dan problem solving


Sederet kemampuan di atas  -jika kita perhatikan- justru bisa didapatkan dari kegiatan mendongeng yang dianggap sepele ini.

Saat mendengar dongeng atau cerita baru,

maka otomatis ada informasi baru yang akan mereka serap.

Informasi baru yang mereka terima ini akan memunculkan sebuah pertanyaan dari mereka (karena sebenarnya anak-anak itu sudah kritis dari sananya).

Lalu orangtua akan memberikan sebuah pancingan jawaban, sehingga mereka mulai berpikir dan menemukan solusinya sendiri.

Solusi ini yang secara tanpa sadar akan tersimpan terus di dalam memori mereka

untuk kemudian menjadi semacam rumus jawaban bagi persoalan-persoalan yang lebih besar saat mereka dewasa nanti.

5. Media untuk menanamkan pesan-pesan moral


Yang tidak kalah penting dari manfaat mendongeng ini adalah,

orangtua bisa menyelipkan pesan-pesan moral tentang nilai-nilai kehidupan melalui tokoh-tokoh dongeng yang dibawakan.

Orangtua bisa menjelaskan pesan-pesan sosial yang terkandung di dalam dongeng tersebut.

Transfer pesan yang seperti ini lebih efektif dan memiliki tingkat keberhasilan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nasehat biasa.

Hal ini karena anak-anak menerimanya dengan keadaan rileks.

Maka kemampuan mendongeng yang baik sangat diperlukan di sini.

Di bawah nanti juga akan dijelaskan beberapa tips bagaimana mendongeng yang efektif.

6. Memperkuat interaksi antara orangtua dan anak


Ketika orangtua menyempatkan diri membacakan dongeng untuk anak-anak,

maka –kita sadar atau tidak- aktivitas ini akan menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi anak.

Mereka akan merasa begitu disayangi dan diperhatikan,

apalagi jika kegiatan ini diimbangi dengan kontak fisik seperti tatapan yang hangat, pelukan, tertawa bersama, dan sebagainya.

***

Lalu pertanyaannya sekarang,

apakah setiap orangtua bisa menjadi pendongeng yang baik?

Pada artikel selanjutnya ayahnulis akan memberikan beberapa tips bagaimana cara mendongeng yang baik untuk anak-anak.

Tuesday, November 7, 2017

Melarang Anak dengan Kata “Jangan”, Benar atau Salah?

melarang anak, kata jangan,


Seorang motivator, pernah mengatakan bahwa melarang anak dengan menggunakan kata “jangan” adalah sebuah kekeliruan.

Karena anak-anak (dan orang dewasa), memiliki kecenderungan untuk penasaran terhadap sebuah larangan.

Dan otak, lebih mudah mengingat bagian terakhir dari sebuah perintah atau sebuah larangan.

Misalnya, kita melarang anak-anak dengan kalimat “jangan lari!”,

maka bagi anak-anak kata “jangan” akan tertutup dengan kata “lari”.

Itulah sebabnya - kata sang motivator ini - kenapa anak-anak yang dilarang lari,

justru semakin menjadi-jadi larinya.

Atau kita melarang seseorang untuk membuka sebuah kotak.

Maka rasa penasarannya, justru akan membuat orang tersebut membuka kotak tersebut.

Sebagai penguat teorinya,

pernah dalam salah satu seminarnya, sang motivator ini meminta semua audiensnya untuk menutup mata.

Setelah itu sang motivator mengatakan begini,

“Jangan membayangkan... sekali lagi, jangan membayangkan... seekor gajah berwarna jingga melintas di depan anda!”

Apa hasilnya?

Ya, semua audiens justru membayangkan apa yang dilarang dibayangkan oleh sang motivator.


Benar atau Salah?


Saya yakin, jika anda mengikuti tulisan saya di atas, anda akan setuju dengan apa yang diteorikan oleh sang motivator.

Saya juga sempat “terpengaruh” oleh teori ini. Bahkan di blog saya yang sebelumnya, saya pernah menulis juga tentang hal ini.

Akan tetapi kesetujuan saya berubah ketika pada suatu saat saya mengikuti sebuah seminar dengan pembicara yang berbeda.

Sebuah seminar tentang parenting, yang memang merupakan agenda tahunan di sekolah tempat putra pertama saya belajar.

Di dalam seminar tersebut, sang pembicara membantah habis-habisan teori sang motivator.

Dari sinilah saya menjadi sadar, bahwa tidak semua yang dikatakan mereka yang berjuluk motivator itu benar.

Dan bahwa kita perlu melihat segalanya dari sisi yang berbeda.


Bantahan Pertama


Di dalam Al-Qur’an yang kebenarannya tidak pernah diragukan,

banyak larangan-larangan yang menggunakan kata “jangan”.

Jangan mempersekutukan tuhanmu dengan yang lain.

Jangan mendurhakai kedua orangtuamu.

Jangan memakan harta anak yatim dengan cara yang batil.

Jangan membunuh tanpa alasan yang dibenarkan.

Jangan mendekati zina, judi, dan sebagainya.

Adalah sebagian contoh larangan yang justru menggunakan kata “jangan”.

Bahkan dikatakan ada sekitar 500-an kalimat larangan di dalam Al-Qur’an yang menggunakan kata “jangan”!

Jika,

apa yang dikatakan sang motivator tadi adalah benar adanya,

maka Al-Qur’an ini tentu saja akan lebih dahulu menunjukkannya.

Karena ia diciptakan lebih dahulu daripada sang motivator. Dan ia diciptakan oleh Dzat yang Maha Benar.


Bantahan Kedua


Jika otak anak-anak dikatakan memiliki kecenderungan untuk mengingat hal yang terakhir,

maka silahkan lakukan eksperimen ini pada anak-anak anda.

Coba katakan kepadanya seperti ini,

“Nak, mulai besok jangan shalat Shubuh!”

Lalu lihat bagaimana hasilnya...

Jika yang diteorikan sang motivator benar,

maka seharusnya anak-anak kita akan menjadi lebih semangat dalam shalat Shubuh!

Tapi hasilnya tidak begitu, bukan?

Karena itu,

yang menjadi pokok persoalan adalah bukan menggunakan kata “jangan” atau tidak.

Yang utama adalah bagaimana anak memahami maksud kita memberikan perintah atau larangan tersebut.

Sehingga ketika kita melarang anak-anak membuka-buka chat WhatsApp kita misalnya,

mereka menuruti kita bukan karena kita melarang, atau karena mereka takut dengan ancaman kemarahan kita,

tetapi karena mereka tahu tujuan pelarangan tersebut.

Bahwa membuka-buka file orang lain adalah termasuk perbuatan yang tidak sopan, dan bisa merusak kepercayaan orangtua kepada mereka, misalnya.

Atau kita bisa memberikan perbandingan kepada mereka bagaimana jika buku-buku  atau tas mereka diobok-obok oleh orang lain.


Gagalnya Komunikasi dengan Anak-anak


Salah satu penyebab kenapa larangan kita malah dianggap oleh anak-anak sebagai “tantangan” untuk dilakukan,

adalah karena gagalnya komunikasi dengan anak-anak.

Komunikasi antara orangtua dan anak semestinya adalah komunikasi antara sahabat atau teman,
bukan antara Bos dan Karyawan.

Mungkin kita pernah mendengar ungkapan seperti ini,

“Dua hal yang dapat merusak persahabatan manapun adalah, harapan yang berlebihan dan kurangnya komunikasi.”

Maka percakapan yang hangat adalah pintu utama kita untuk menjalin kedekatan dengan anak-anak.

Jangan sampai terjadi,karena kurangnya komunikasi kita dengan mereka

sehingga membuat kita mudah marah setiap kali mereka melakukan sesuatu yang tidak kita sukai.

Seringnya anak dimarahi karena ketidak-tahuan mereka sebenarnya justru akan membuat mereka merasa tidak dihargai, takut dan rendah diri.


dituliskan bahwa memberikan penjelasan yang tepat akan membuat anak mengerti mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.

Bantu mereka untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Pada ujungnya nanti, anak-anak akan tetap mengikuti penjelasan kita tanpa kita melarang atau mengingatkannya kembali.

Inilah tujuan dari pendidikan yang sebenarnya.

Bahwa mereka melakukan sebuah hal baik bukan karena perintah atau dorongan,

melainkan karena kemauan dan kesadaran diri pribadi mereka.