Ada satu anekdot kocak yang bisa saya pakai untuk membuka tulisan kali ini.
Suatu hari seorang anak yang masih kelas 1 SD bertanya kepada mamanya yang sedang sibuk di dapur.
“Ma, ML itu apa sih?”
Si ibu langsung kaget.
“Hush! Darimana kamu tahu istilah itu?!”
“Ayolah, Ma... Artinya apa?” Rengek si anak.
“Itu urusan orang dewasa. Kamu belum waktunya untuk tahu.”
“Tapi aku kan cuma kepingin tahu artinya...”
Akhirnya, karena tidak betah dengan rengekan si anak, si ibu ini akhirnya menjelaskan,
“Begini,”
“ML itu artinya Making Love, yaitu hubungan antara laki-laki dan perempuan yang hanya boleh dilakukan oleh suami istri. Jika belum menikah, maka kita tidak boleh melakukan hal itu..”
Si anak bengong.
“Nah, sudah mengerti, kan? Sekarang ibu tanya, darimana kamu tahu istilah itu?”
Si anak dengan wajah innocent-nya menunjukkan botol air minum yang sedang dipegang,
“Ini, Ma. Di botol air minum kan sering ada tulisan 1000 ml, 1500 ml...”
Gantian si ibunya bengong... #TepokJidat
H-hee...
Cerita di atas adalah salah satu contoh kecil permasalahan yang timbul ketika orangtua salah memahami maksud si anak.
Anda tentu sudah membaca 9 Alasan Kenapa Nasehat Orangtua Tidak Didengar Anak yang saya tulis beberapa waktu yang lalu.
Di artikel tersebut disebutkan ada 9 perilaku salah dari orangtua yang menyebabkan kenapa nasehat mereka tidak sampai ke anak-anak.
Yang ingin saya sampaikan, ada satu poin lagi sebenarnya yang belum saya unkap pada tulisan itu,
karena saya memang berencana untuk membuat satu tulisan tersendiri tentang poin tersebut.
Manusia,
di dalam hubungan sosialnya dengan orang lain memiliki 4 sarana komunikasi.
Keempat sarana komunikasi itu adalah berbicara, menulis, membaca dan mendengar.
Di antara keempat sarana komunikasi di atas,
“mendengar” adalah hal yang seringkali terabaikan.
Padahal, kita bisa memahami orang-orang yang ada di sekitar kita,
dan mengetahui keinginan mereka,
hanya ketika kita mau mendengarkan perkataan mereka.
Kalau kita salah paham terhadap maksud anak, ya seperti cerita di atas contohnya.
Akan tetapi sedikit berbeda dengan istilah “mendengar” yang mengkonotasikan perbuatan fisik (yaitu telinga),
kata “mendengarkan” pada pembahasan ini lebih mengarah kepada perbuatan hati.
Mendengarkan adalah suatu kemampuan yang tidak semua orangtua memilikinya.
Banyak dari kita yang bisa mendengar, namun sedikit sekali yang mampu mendengarkan anak-anak mereka.
Filosofi 2 telinga dan 1 mulut adalah agar kita lebih banyak mendengarkan daripada memerintah.
Kenapa MENDENGARKAN ini harus menjadi satu pokok bahasan tersendiri?
Dalam buku “Istraatijiyah at-Tarbiyah Al-Ijaabiyyah” yang ditulis oleh Dr. Musthafa Abu Sa’ad
(tenaaang... judulnya memang bahasa Arab, tapi saya punya versi terjemahnya, 30 Strategi Mendidik Anak),
di sana ditulis begini,
Frasa terakhir inilah yang penting.
Bahwa – menurut penulis - kunci keberhasilan menjadi pendengar yang baik terletak pada “pesan tersembunyi” yang dihasilkan dari komunikasi non-verbal yang disampaikan orangtua kepada anak.
Komunikasi non-verbal itu bisa berupa senyuman, mimik wajah ataupun bahasa tubuh yang menyatakan perasaan sayang dan cinta kita kepada mereka.
Mendengarkan perasaan anak dengan penuh perhatian dapat membangun kepercayaan diri anak-anak dan meningkatkan harga diri mereka.
Ketika anak menyadari perhatian dan kasih sayang kita kepada mereka,
maka semangat dan motivasinya terhadap hal-hal yang baik lainnya akan terpupuk.
Hal ini tentu akan sangat berperan bagi pertumbuhan karakter dan mental mereka.
Di dalam buku yang sama, penulis bahkan meletakkan proses mendengarkan ini setara dengan mengajak anak-anak membeli kebutuhan mereka, merawat kesehatan dan kebersihan mereka, dsb.
Artinya perlu ada waktu tersendiri dan komunikasi yang bersifat personal.
Dalam satu hari kita bersama anak-anak, sediakan – setidaknya – 5 menit untuk mendengarkan perkataan dan perasaan mereka.
Dengan memanfaatkan waktu yang sebentar untuk mendengarkan anak-anak,
ini lebih baik daripada waktu yang akan kita habiskan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan karena kurangnya kita mendengarkan mereka.
Dan seperti kemampuan-kemampuan lainnya yang perlu terus diasah,
kemampuan untuk mendengarkan ini pun perlu dilatih dengan baik.
Sebab jika kita gagal, maka anak-anak ini akan merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Dampak selanjutnya adalah anak-anak yang suka membangkang perintah orangtuanya.
Berikut ini adalah bagaimana cara orangtua bisa menjadi pendengar yang baik untuk anak-anaknya.
Orangtua harus membuat bahasa tubuh yang tepat.
Kita harus menunjukkan bahwa kita akan serius mendengarkan setiap kata-katanya.
Jadi jangan mendengarkan sambil melakukan aktifitas yang lain,
dan jangan mencoba untuk berpura-pura mendengarkan, karena anak-anak pasti akan menyadarinya.
Pusatkan perhatian kita kepadanya.
Bisa dengan cara menatap kedua matanya dengan pandangan sayang,
atau kita juga bisa menambahkan sentuhan, pelukan atau genggaman tangan untuk memperkuat komunikasi non-verbal kita.
Karena itulah tadi dikatakan proses ini memerlukan waktu tersendiri.
Sediakan, meski tidak lama.
Agar anak merasa perkataannya diperhatikan, orangtua perlu memberi respon setiap kali anak berbicara.
Respon di sini bisa berupa ucapan “ohh,” atau “begitu, ya” atau ucapan-ucapan yang sejenis.
Atau bisa juga dengan sekedar anggukan kepala yang menunjukkan persetujuan atau kita memahami apa yang mereka ungkapkan.
Jangan buru-buru membantah jika kita tidak setuju, apalagi sampai memotong ucapannya.
Meski kita sudah punya jawabannya, tahanlah, sampai anak-anak benar-benar menyelesaikan perkataannya.
Selain karena bisa menyebabkan anak merasa tidak dihargai, terburu-buru memberikan jawaban juga rentan memicu salah paham jika kita salah mengartikan maksud anak.
Setelah anak-anak selesai, maka coba ringkas kembali apa yang bisa anda simpulkan dari perkataan mereka.
“Jadi, yang dimaksud kakak itu seperti ini, ya...?”
Jika anak-anak menjawab “iya”, maka kita bisa mulai berbicara kepada mereka.
Sebaliknya, jika mereka menjawab “tidak”, maka mintalah kepada mereka untuk menjelaskan kembali.
Hal ini lebih baik daripada kita salah memahami maksud mereka.
Dengan cara seperti ini anak-anak akan belajar bagaimana cara meringkas dan menjelaskan perasaan mereka
atau ketelitian dalam mengungkapkan sesuatu.
Lihatlah dari sudut pandang mereka.
Kita bisa mencoba untuk menjadi diri mereka, yang dengan cara ini kita menjadi lebih mudah untuk memahami jalan pikirannya.
Jika mereka sedang dalam kondisi marah,
jangan menghardiknya untuk membuatnya berhenti.
Tapi kita harus berusaha untuk tetap tenang mendengarkan perkataannya.
Pada kondisi emosional (marah, sedih, dsb), anak-anak cenderung butuh tempat untuk mengungkapkan perasaannya.
Sehingga kita harus menempatkan diri berada di posisi mereka,
sehingga anak-anak tidak merasa sedang “dilawan” oleh orangtuanya.
Nah, inilah 4 langkah cara menjadi pendengar yang baik untuk anak-anak.
Jika anak-anak merasa mereka didengarkan, maka mereka akan mau mendengarkan perkataan kita.
Suatu hari seorang anak yang masih kelas 1 SD bertanya kepada mamanya yang sedang sibuk di dapur.
“Ma, ML itu apa sih?”
Si ibu langsung kaget.
“Hush! Darimana kamu tahu istilah itu?!”
“Ayolah, Ma... Artinya apa?” Rengek si anak.
“Itu urusan orang dewasa. Kamu belum waktunya untuk tahu.”
“Tapi aku kan cuma kepingin tahu artinya...”
Akhirnya, karena tidak betah dengan rengekan si anak, si ibu ini akhirnya menjelaskan,
“Begini,”
“ML itu artinya Making Love, yaitu hubungan antara laki-laki dan perempuan yang hanya boleh dilakukan oleh suami istri. Jika belum menikah, maka kita tidak boleh melakukan hal itu..”
Si anak bengong.
“Nah, sudah mengerti, kan? Sekarang ibu tanya, darimana kamu tahu istilah itu?”
Si anak dengan wajah innocent-nya menunjukkan botol air minum yang sedang dipegang,
“Ini, Ma. Di botol air minum kan sering ada tulisan 1000 ml, 1500 ml...”
Gantian si ibunya bengong... #TepokJidat
H-hee...
Cerita di atas adalah salah satu contoh kecil permasalahan yang timbul ketika orangtua salah memahami maksud si anak.
Anda tentu sudah membaca 9 Alasan Kenapa Nasehat Orangtua Tidak Didengar Anak yang saya tulis beberapa waktu yang lalu.
Di artikel tersebut disebutkan ada 9 perilaku salah dari orangtua yang menyebabkan kenapa nasehat mereka tidak sampai ke anak-anak.
Yang ingin saya sampaikan, ada satu poin lagi sebenarnya yang belum saya unkap pada tulisan itu,
karena saya memang berencana untuk membuat satu tulisan tersendiri tentang poin tersebut.
Manusia,
di dalam hubungan sosialnya dengan orang lain memiliki 4 sarana komunikasi.
Keempat sarana komunikasi itu adalah berbicara, menulis, membaca dan mendengar.
Di antara keempat sarana komunikasi di atas,
“mendengar” adalah hal yang seringkali terabaikan.
Padahal, kita bisa memahami orang-orang yang ada di sekitar kita,
dan mengetahui keinginan mereka,
hanya ketika kita mau mendengarkan perkataan mereka.
Kalau kita salah paham terhadap maksud anak, ya seperti cerita di atas contohnya.
Akan tetapi sedikit berbeda dengan istilah “mendengar” yang mengkonotasikan perbuatan fisik (yaitu telinga),
kata “mendengarkan” pada pembahasan ini lebih mengarah kepada perbuatan hati.
Mendengarkan adalah suatu kemampuan yang tidak semua orangtua memilikinya.
Banyak dari kita yang bisa mendengar, namun sedikit sekali yang mampu mendengarkan anak-anak mereka.
Filosofi 2 telinga dan 1 mulut adalah agar kita lebih banyak mendengarkan daripada memerintah.
Kenapa MENDENGARKAN ini harus menjadi satu pokok bahasan tersendiri?
Dalam buku “Istraatijiyah at-Tarbiyah Al-Ijaabiyyah” yang ditulis oleh Dr. Musthafa Abu Sa’ad
(tenaaang... judulnya memang bahasa Arab, tapi saya punya versi terjemahnya, 30 Strategi Mendidik Anak),
di sana ditulis begini,
“Menjadi pendengar yang baik bagi sang anak berarti memperhatikan apa yang ingin diungkapkan oleh sang anak,
sekaligus menjadi media penyampaian pesan positif kepada sang anak dengan baik pula.”
Frasa terakhir inilah yang penting.
Bahwa – menurut penulis - kunci keberhasilan menjadi pendengar yang baik terletak pada “pesan tersembunyi” yang dihasilkan dari komunikasi non-verbal yang disampaikan orangtua kepada anak.
Komunikasi non-verbal itu bisa berupa senyuman, mimik wajah ataupun bahasa tubuh yang menyatakan perasaan sayang dan cinta kita kepada mereka.
Mendengarkan perasaan anak dengan penuh perhatian dapat membangun kepercayaan diri anak-anak dan meningkatkan harga diri mereka.
Ketika anak menyadari perhatian dan kasih sayang kita kepada mereka,
maka semangat dan motivasinya terhadap hal-hal yang baik lainnya akan terpupuk.
Hal ini tentu akan sangat berperan bagi pertumbuhan karakter dan mental mereka.
Di dalam buku yang sama, penulis bahkan meletakkan proses mendengarkan ini setara dengan mengajak anak-anak membeli kebutuhan mereka, merawat kesehatan dan kebersihan mereka, dsb.
Artinya perlu ada waktu tersendiri dan komunikasi yang bersifat personal.
Dalam satu hari kita bersama anak-anak, sediakan – setidaknya – 5 menit untuk mendengarkan perkataan dan perasaan mereka.
Dengan memanfaatkan waktu yang sebentar untuk mendengarkan anak-anak,
ini lebih baik daripada waktu yang akan kita habiskan untuk menyelesaikan masalah yang diakibatkan karena kurangnya kita mendengarkan mereka.
Dan seperti kemampuan-kemampuan lainnya yang perlu terus diasah,
kemampuan untuk mendengarkan ini pun perlu dilatih dengan baik.
Sebab jika kita gagal, maka anak-anak ini akan merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Dampak selanjutnya adalah anak-anak yang suka membangkang perintah orangtuanya.
Berikut ini adalah bagaimana cara orangtua bisa menjadi pendengar yang baik untuk anak-anaknya.
1. Bahasa tubuh yang tepat
Orangtua harus membuat bahasa tubuh yang tepat.
Kita harus menunjukkan bahwa kita akan serius mendengarkan setiap kata-katanya.
Jadi jangan mendengarkan sambil melakukan aktifitas yang lain,
dan jangan mencoba untuk berpura-pura mendengarkan, karena anak-anak pasti akan menyadarinya.
Pusatkan perhatian kita kepadanya.
Bisa dengan cara menatap kedua matanya dengan pandangan sayang,
atau kita juga bisa menambahkan sentuhan, pelukan atau genggaman tangan untuk memperkuat komunikasi non-verbal kita.
Karena itulah tadi dikatakan proses ini memerlukan waktu tersendiri.
Sediakan, meski tidak lama.
2. Beri respon, bukan bantahan
Agar anak merasa perkataannya diperhatikan, orangtua perlu memberi respon setiap kali anak berbicara.
Respon di sini bisa berupa ucapan “ohh,” atau “begitu, ya” atau ucapan-ucapan yang sejenis.
Atau bisa juga dengan sekedar anggukan kepala yang menunjukkan persetujuan atau kita memahami apa yang mereka ungkapkan.
Jangan buru-buru membantah jika kita tidak setuju, apalagi sampai memotong ucapannya.
Meski kita sudah punya jawabannya, tahanlah, sampai anak-anak benar-benar menyelesaikan perkataannya.
Selain karena bisa menyebabkan anak merasa tidak dihargai, terburu-buru memberikan jawaban juga rentan memicu salah paham jika kita salah mengartikan maksud anak.
3. Ringkas ucapannya
Setelah anak-anak selesai, maka coba ringkas kembali apa yang bisa anda simpulkan dari perkataan mereka.
“Jadi, yang dimaksud kakak itu seperti ini, ya...?”
Jika anak-anak menjawab “iya”, maka kita bisa mulai berbicara kepada mereka.
Sebaliknya, jika mereka menjawab “tidak”, maka mintalah kepada mereka untuk menjelaskan kembali.
Hal ini lebih baik daripada kita salah memahami maksud mereka.
Dengan cara seperti ini anak-anak akan belajar bagaimana cara meringkas dan menjelaskan perasaan mereka
atau ketelitian dalam mengungkapkan sesuatu.
4. Berpikir dari sudut pandang anak
Lihatlah dari sudut pandang mereka.
Kita bisa mencoba untuk menjadi diri mereka, yang dengan cara ini kita menjadi lebih mudah untuk memahami jalan pikirannya.
Jika mereka sedang dalam kondisi marah,
jangan menghardiknya untuk membuatnya berhenti.
Tapi kita harus berusaha untuk tetap tenang mendengarkan perkataannya.
Pada kondisi emosional (marah, sedih, dsb), anak-anak cenderung butuh tempat untuk mengungkapkan perasaannya.
Sehingga kita harus menempatkan diri berada di posisi mereka,
sehingga anak-anak tidak merasa sedang “dilawan” oleh orangtuanya.
Nah, inilah 4 langkah cara menjadi pendengar yang baik untuk anak-anak.
Jika anak-anak merasa mereka didengarkan, maka mereka akan mau mendengarkan perkataan kita.
Dapatkan Penghasilan Tambahan Dengan Bermain Poker Online di www,SmsQQ,com
ReplyDeleteKeunggulan dari smsqq adalah
*Permainan 100% Fair Player vs Player - Terbukti!!!
*Proses Depo dan WD hanya 1-3 Menit Jika Bank Tidak Gangguan
*Minimal Deposit Hanya Rp 10.000
*Bonus Setiap Hari Dibagikan
*Bonus Turn Over 0,3% + 0,2%
*Bonus referral 10% + 10%
*Dilayani Customer Service yang Ramah dan Sopan 24 Jam NONSTOP
*Berkerja sama dengan 4 bank lokal antara lain : ( BCA-MANDIRI-BNI-BRI )
Jenis Permainan yang Disediakan ada 8 jenis :
Poker - BandarQ - DominoQQ - Capsa Susun - AduQ - Sakong - Bandar Poker - Bandar 66
Untuk Info Lebih Lanjut Dapat menghubungi Kami Di :
BBM: 2AD05265
WA: +855968010699
Skype: smsqqcom@gmail.com