Ketika kita berbicara tentang kesalahan orangtua di dalam mendidik anak-anak mereka, maka sesungguhnya ada banyak sekali macamnya.
Saya sendiri pernah membaca sebuah artikel yang menyebutkan ada 30 poin lebih hal-hal yang terlarang untuk dilakukan orangtua dalam hal pola didik buah hati mereka.
Namun pada artikel kali ini hanya akan dijelaskan salah satu kesalahan dalam mendidik anak yang mungkin tidak setiap orangtua menyadari kesalahan tersebut. Beberapa jenis kesalahan-kesalahan lainnya bisa anda temukan di artikel-artikel lain pada blog ini.
Ketika membahas tentang cara mendidik anak, satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa kita tidak bisa melakukannya sendirian.
Ada banyak pihak lain yang terlibat, baik secara langsung atau tidak. Dan salah satu bentuk tugas kita adalah “menyeleksi” pihak lain tersebut.
Maksud saya, apakah keterlibatan mereka berpengaruh positif terhadap perkembangan buah hati kita, atau justru malah negatif?
Dalam konteks ini, yang punya andil adalah keluarga, sekolah dan lingkungan sosial.
Namun pada kesempatan kali ini kita belum akan membahas tentang lingkup sosial anak-anak yang – tentu saja - cakupannya sangat luas:
Siapa teman bermainnya?
Bagaimana kecenderungan mereka?
Apa tontonannya?
Dsb.
Kita juga tidak akan berbicara tentang lingkup sekolah mereka.
Bagian ini akan saya kosongkan untuk diisi oleh para guru, pengajar atau ustadz yang lebih berkompeten.
Yang ingin kita utamakan di sini adalah lingkup KELUARGA.
Selain karena cakupannya yang tidak terlalu luas, juga karena keluarga adalah area pertama yang dikenal oleh anak,
yang akan menjadi pondasi dari cara berpikir dan cara mereka bersikap.
Komponen utama yang berperan di dalam lingkup ini adalah peran AYAH dan peran IBU. Keduanya menjadi faktor penting pertama di dalam pembentukan kepribadian anak.
Namun sayangnya,
kedua sosok yang penting ini seringkali tidak bisa ber-sinergi dengan baik. Seringkali terjadi ketidaksepakatan di dalam memberikan peraturan-peraturan kepada anak.
Sang ibu meminta anak untuk tidak bermain dan harus mengerjakan soal-soal dari sekolah sore itu juga.
Tetapi sang ayah yang melihat si anak sedang tidak bersemangat justru membelanya dengan mengijinkannya untuk bermain dulu agar lebih fresh.
Atau ketika anak merengek minta sesuatu, si ibu konsisten dengan tidak menurutinya,
si ayah malah gak tega dan menuruti apa maunya.
Ketika ini terjadi, anak akan melihat bahwa sosok ibu itu jahat sedangkan sosok ayah itu baik. Atau dalam contoh yang lain mungkin terjadi sebaliknya, sosok ayah yang jahat dan sosok ibu yang baik.
Sehingga setiap kali salah satu pihak memberi perintah, anak akan mencari pembelaan ke pihak lainnya yang dianggapnya baik.
Jika pola seperti ini yang diterapkan,
maka inilah salah satu hal yang menyebabkan pendidikan anak tidak berhasil.
Maka yang harus dilakukan oleh kedua pihak adalah saling mendukung dan kompak. Jangan sampai memperlihatkan perbedaan pendapat di hadapan anak.
Dengan cara begini, maka anak akan mudah mengikuti aturan-aturan yang tadi dibuat.
Anda juga perlu membaca 7 Cara Berkomunikasi dengan Anak.
Sedikit tambahan,
jika di dalam rumah tersebut ada pihak lain (misalnya nenek, bibi, atau anggota keluarga yang lain), maka cara yang diterapkan harus tetap sama.
Pihak lain tersebut juga harus memiliki kesepakatan yang sama dengan pihak ayah dan ibu dalam mendidik si anak.
Atau setidaknya tidak ikut campur saat proses pendidikan sedang berlangsung.
Saya sendiri pernah membaca sebuah artikel yang menyebutkan ada 30 poin lebih hal-hal yang terlarang untuk dilakukan orangtua dalam hal pola didik buah hati mereka.
Namun pada artikel kali ini hanya akan dijelaskan salah satu kesalahan dalam mendidik anak yang mungkin tidak setiap orangtua menyadari kesalahan tersebut. Beberapa jenis kesalahan-kesalahan lainnya bisa anda temukan di artikel-artikel lain pada blog ini.
Ketika membahas tentang cara mendidik anak, satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa kita tidak bisa melakukannya sendirian.
Ada banyak pihak lain yang terlibat, baik secara langsung atau tidak. Dan salah satu bentuk tugas kita adalah “menyeleksi” pihak lain tersebut.
Maksud saya, apakah keterlibatan mereka berpengaruh positif terhadap perkembangan buah hati kita, atau justru malah negatif?
Dalam konteks ini, yang punya andil adalah keluarga, sekolah dan lingkungan sosial.
Namun pada kesempatan kali ini kita belum akan membahas tentang lingkup sosial anak-anak yang – tentu saja - cakupannya sangat luas:
Siapa teman bermainnya?
Bagaimana kecenderungan mereka?
Apa tontonannya?
Dsb.
Kita juga tidak akan berbicara tentang lingkup sekolah mereka.
Bagian ini akan saya kosongkan untuk diisi oleh para guru, pengajar atau ustadz yang lebih berkompeten.
Pondasi pendidikan anak |
Yang ingin kita utamakan di sini adalah lingkup KELUARGA.
Selain karena cakupannya yang tidak terlalu luas, juga karena keluarga adalah area pertama yang dikenal oleh anak,
yang akan menjadi pondasi dari cara berpikir dan cara mereka bersikap.
Komponen utama yang berperan di dalam lingkup ini adalah peran AYAH dan peran IBU. Keduanya menjadi faktor penting pertama di dalam pembentukan kepribadian anak.
Namun sayangnya,
kedua sosok yang penting ini seringkali tidak bisa ber-sinergi dengan baik. Seringkali terjadi ketidaksepakatan di dalam memberikan peraturan-peraturan kepada anak.
Sang ibu meminta anak untuk tidak bermain dan harus mengerjakan soal-soal dari sekolah sore itu juga.
Tetapi sang ayah yang melihat si anak sedang tidak bersemangat justru membelanya dengan mengijinkannya untuk bermain dulu agar lebih fresh.
Atau ketika anak merengek minta sesuatu, si ibu konsisten dengan tidak menurutinya,
si ayah malah gak tega dan menuruti apa maunya.
Ketika ini terjadi, anak akan melihat bahwa sosok ibu itu jahat sedangkan sosok ayah itu baik. Atau dalam contoh yang lain mungkin terjadi sebaliknya, sosok ayah yang jahat dan sosok ibu yang baik.
Sehingga setiap kali salah satu pihak memberi perintah, anak akan mencari pembelaan ke pihak lainnya yang dianggapnya baik.
Jika pola seperti ini yang diterapkan,
maka inilah salah satu hal yang menyebabkan pendidikan anak tidak berhasil.
Kompak |
Maka yang harus dilakukan oleh kedua pihak adalah saling mendukung dan kompak. Jangan sampai memperlihatkan perbedaan pendapat di hadapan anak.
Dengan cara begini, maka anak akan mudah mengikuti aturan-aturan yang tadi dibuat.
Anda juga perlu membaca 7 Cara Berkomunikasi dengan Anak.
Sedikit tambahan,
jika di dalam rumah tersebut ada pihak lain (misalnya nenek, bibi, atau anggota keluarga yang lain), maka cara yang diterapkan harus tetap sama.
Pihak lain tersebut juga harus memiliki kesepakatan yang sama dengan pihak ayah dan ibu dalam mendidik si anak.
Atau setidaknya tidak ikut campur saat proses pendidikan sedang berlangsung.
Karena Anda sudah membaca artikel ini sampai selesai,
apakah Anda juga berminat membaginya dengan teman-teman Anda?
0 komentar:
Post a Comment