Menantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berjuluk “Gerbangnya ilmu” ini pernah mengatakan begini,
“Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertamanya, disiplinkan anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah dengannya pada usia tujuh tahun ketiganya.”
Dengan kata lain, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu membagi tahapan pengajaran anak ke dalam 3 masa, yaitu:
* Tahap 7 tahun pertama,
* Tahap 7 tahun kedua, dan
* Tahap 7 tahun ketiga.
Tahap 7 Tahun Pertama
Tahapan ini dimulai dari sejak buah hati kita lahir hingga berumur 7 tahun. Pengajaran tahap ini adalah pengajaran paling awal yang akan diterima oleh mereka.
Ada beberapa dasar-dasar yang perlu kita tanamkan terlebih dahulu pada anak. Silahkan baca di sini.
Ada beberapa dasar-dasar yang perlu kita tanamkan terlebih dahulu pada anak. Silahkan baca di sini.
Pada usia 0-7 tahun, bagian otak yang paling berkembang adalah bagian yang berkaitan dengan pengenalan rasa nyaman terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Masa-masa ini – oleh para ahli – juga disebut sebagai “Golden Age”, yaitu masa dimana otak mulai menyerap informasi dengan cepat,
tanpa memperhitungkan baik atau buruknya.
Termasuk juga masa dimana anak-anak berkembang secara mental dan spiritual.
Karena itulah cara mendidik anak usia ini yang paling cocok adalah pengajaran dengan cara bermain.
Dengan bermain,
informasi yang diserap anak-anak adalah informasi yang menyenangkan.
Tujuannya agar anak merasakan nyaman dengan dirinya sendiri. Daya ingatnya akan merekam hal-hal yang positif yang pada akhirnya hal-hal tersebut bisa membentuk kepercayaan dirinya.
Selain itu, permainan yang baik juga menawarkan kompetisi yang sehat.
Yang dengan itu mental anak akan terbentuk sebagai pribadi yang tak mudah putus asa dan gampang menyerah.
4 Cara Paling Efektif untuk Membentuk Pikiran Positif pada Anak-anak bisa anda baca di sini.
4 Cara Paling Efektif untuk Membentuk Pikiran Positif pada Anak-anak bisa anda baca di sini.
Tahap 7 Tahun Kedua
Saraf-saraf yang mulai saling menyambung pada tahap sebelumnya semakin diperkuat pada fase ini. Sehingga penyampaian informasi dilakukan dengan lebih cepat.
Bagian otak yang mengalami kematangan pada usia ini adalah bagian otak yang berfungsi mengendalikan gerakan tubuh dan pengambilan keputusan.
Artinya, pada rentang usia ini, anak-anak sudah bisa diajak berlogika.
Sudah mampu untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk,
serta belajar menerima konsekuensi.
Silahkan baca 7 Cara Berkomunikasi dengan Anak untuk Menumbuhkan Sikap Disiplin Mereka.
Silahkan baca 7 Cara Berkomunikasi dengan Anak untuk Menumbuhkan Sikap Disiplin Mereka.
Islam mengajarkan agar pada usia ini mereka mulai dikenalkan dengan sholat,
dan mendisiplinkan mereka dengan perintah-perintah agama.
Konsekuensi berupa hukuman (yang ringan) juga mulai bisa diterapkan ketika mereka melanggar aturan-aturan yang telah disepakati.
Tahap 7 Tahun Ketiga
Setelah pada fase sebelumnya anak-anak dididik untuk menjadi sosok yang disiplin, tidak mudah putus asa, dan mampu memilih mana yang baik,
maka pada tahapan selanjutnya, kita mulai melibatkan mereka dalam setiap urusan keluarga.
Kita mendengarkan saran, keluhan atau bahkan curhatan mereka... bukan lagi sebagai orangtua, akan tetapi sebagai seorang sahabat.
Pada tahapan ini sebenarnya kita sedang memperpendek jarak antara “ayah dengan anak” menjadi “sahabat dengan teman”.
Kita akan mengikut-sertakan mereka dalam setiap rapat keluarga sehingga keputusan apapun yang lahir nantinya adalah hasil pemikiran dari seluruh anggota keluarga.
Dengan demikian fungsi keluarga yang sesungguhnya benar-benar terwujud. Dan tata cara mendidik anak seperti inilah yang paling tepat.
Sebagai penutup catatan ini, ijinkanlah saya menyampaikan sebuah pesan...
Sebagai orangtua,
tanpa sadar kita selalu menganggap anak-anak kita (yang sudah tumbuh dewasa itu) seperti anak-anak yang masih kecil. Yang masih butuh arahan dan bimbingan.
Sehingga ketika dalam keluarga tersebut harus mengambil sebuah keputusan, anak-anak itu tak pernah dilibatkan.
Usul mereka, lebih sering diabaikan.
Dan jika ini berlanjut, mereka tidak akan punya ‘rasa memiliki’ keluarga. Apa yang terjadi dengan keluarganya, mereka tidak akan peduli.
Dan inilah yang harus kita antisipasi,
sejak dini.
Karena Anda sudah membaca artikel ini sampai selesai,
apakah Anda juga berminat membaginya dengan teman-teman Anda?
0 komentar:
Post a Comment