Tuesday, July 19, 2016

Punya Perasaan Bersalah Kepada Anak? Hati-hati!

Hidup di dunia yang serba sulit memaksa para orangtua harus berjibaku demi memenuhi kebutuhan keluarga, dalam bahasan ini adalah anak-anak mereka.

Tak sedikit dari para orangtua ini yang berangkat ketika anak mereka masih terlelap dan pulang ketika anak mereka sudah tertidur.

Ini yang sering diistilahkan orang dengan sebutan 11-P atau Pergi Pagi Pulang Petang Pinggang Pegal-Pegal Penghasilan Pas-Pasan Pula. H-hee...

Waktu untuk bekerja dan di jalan raya bahkan bisa lebih banyak daripada waktu di rumah.

Anak menjadi jarang berinteraksi dengan orangtuanya.

Kalaupun ada kesempatan bersama, belum tentu juga menjadi “waktu yang berkualitas”. Karena meski ada di rumah, seringkali kita masih disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan kantor atau masih sibuk membalas chat dari teman-teman.

Akibatnya keberadaan orangtua tidak dirasakan oleh si anak.



Keadaan seperti ini bukan tidak disadari oleh kita. Justru kondisi inilah yang memicu timbulnya perasaan bersalah terhadap anak-anak.

Kita merasa telah menjadi orangtua yang egois, yang lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga.

Namun, bukannya berdampak baik, perasaan bersalah ini justru membuat orangtua melakukan hal-hal yang salah.

Kurangnya komunikasi dan sedikitnya waktu untuk bersama mereka menyebabkan orangtua berpikir untuk harus menggantinya dengan “sesuatu yang lain”.

“Sesuatu” yang kita pikir bisa menebus perasaan bersalah tersebut.

Namun - sekali lagi - bukannya hal yang positif, hal-hal yang dilakukan oleh para orangtua yang terjangkiti perasaan bersalah ini justru tindakan yang akan berakibat buruk.

Dampak dari perasaan bersalah ini adalah biasanya akan melahirkan 2 bentuk sikap dari para orangtua.

Pertama, ia akan melahirkan sikap permisif atas perilaku anak yang buruk.

Tidak mengekang kreatifitas anak adalah salah satu upaya kita untuk membangun karakter mereka. Namun jika apa yang mereka lakukan sudah cenderung ke yang negati, maka bagaimanapun juga kita harus melarangnya.

Tidak boleh lagi membiarkan mereka dengan dalih “kreatifitas”.

Apalagi dengan alasan kasihan karena kita jarang bermain bersama mereka.

“Biarlah dia begitu... Mungkin karena saya jarang berada di rumah.”

Ungkapan ini adalah salah satu contoh ungkapan pembenaran untuk perilaku buruk tersebut.

Perasaan bersalah tadi membuat kita kasihan dengan si anak karena kesendiriannya, sehingga menyebabkan kita dengan mudah memaklumi perbuatan mereka, meski untuk perbuatan yang tidak benar.

Kita membiarkan dan menyetujui tindakan-tindakan tersebut.


Kedua, sikap yang akan timbul akibat perasaan bersalah ini adalah munculnya keinginan untuk menuruti apapun permintaan si anak.


Ini yang perlu dipertegas.

Pemikiran bahwa kita bisa mengganti ketidak-hadiran kita dengan sejumlah materi adalah suatu pemikiran yang fatal!

Seorang anak yang mendapatkan materi (padahal seharusnya ia mendapat banyak perhatian), akan menganggap materi adalah satu-satunya bentuk perhatian dari orangtuanya.

Sehingga semakin ia haus karena kurangnya perhatian orangtua, akan semakin aneh dan macam-macam permintannya.

Semakin kita menuruti apa keinginannya, akan semakin besar rasa ketidak-sukaannya ketika permintaannya ditolak.

Untuk selanjutnya kebiasaan ini akan sulit dibendung dan dia akan menjadi anak yang super egois...

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menghindari problem semacam ini?

Saya mencatat ada 2 poin penting yang harus dilakukan oleh orangtua dengan kondisi seperti ini.


1. TERIMA ITU


Ketika perasaan bersalah ini mulai menghinggapi kita,

sebagai orangtua kita harus cepat menyadari bahwa diri kita hanyalah manusia biasa yang punya kekurangan.

Saya, anda dan siapapun kita bukanlah sosok sempurna tanpa celah. Setiap orang punya kekurangannya masing-masing.

Dan kekurangan kita dalam hal ini adalah minimnya waktu untuk keluarga.

Dengan menerima kenyataan bahwa keadaan ini memang harus dijalani,

hal itu akan membuat kita berpikir lebih rasional dan tidak terjebak pada sikap-sikap yang merugikan buah hati kita sendiri.


2. MANFAATKAN YANG SEDIKIT



Setelah kita menyadari bahwa waktu bersama mereka memang cuma sedikit,

maka, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya.

Penting untuk tidak membawa pekerjaan kantor ke rumah.

Penting untuk mematikan semua notif mesengger dan simpan smartphone atau gadget yang bisa mengalihkan kita dari memperhatikan mereka.

Kita harus percaya bahwa kebersamaan yang sebentar namun berkualitas, akan jauh lebih membekas di dalam kehidupan mereka nantinya.

Anda juga bisa baca artikel Bagaimana Cara Mengoreksi Kesalahan Anak Tanpa Ditolak.

Tentang 'memanfaatkan waktu' ini, saya ada satu cerita untuk untuk dishare...

Tahun lalu, TK tempat Zaki sekolah mengadakan rekreasi ke Jatim Park II, Malang.

Saya ikut serta dalam rombongan tersebut. Saya pikir ini kesempatan bagus untuk bisa bersama-sama dengan anak dan mengajarkan mereka tentang berbagai macam perilaku binatang.

Singkat cerita, saat sedang berjalan santai menikmati suasana tempat wisata tersebut, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya.

Saya langsung menggendong Zaki untuk mencari tempat berteduh di sebuah bangunan kecil semacam gazebo yang difungsikan sebagai cafetaria.

Namun karena bagunan tersebut adalah satu-satunya tempat yang bisa dipakai berteduh di area tersebut, jadilah semua pengunjung berebut untuk masuk ke dalam bangunan tersebut.

Saya adalah salah seorang pengunjung yang “selamat” bisa masuk.

Hujan turun cukup lama saat itu. Dan saya harus menggendong Zaki terus karena tentu berbahaya membiarkan seorang balita di bawah kerumunan orang dewasa yang berdesak-desakan.

Nah, ketika hujan sudah mulai berkurang, saya berinisiatif untuk keluar dari tempat itu dan bermaksud mencari tempat berteduh lain yang lebih “layak”.

Saya meminta sepotong karton box kepada mbak-mbak penjaga cafetaria yang karton tersebut saya gunakan sebagai pelindung kepala Zaki dari rintik-rintik hujan.

Dengan berlari-lari kecil saya meninggalkan tempat itu.

Oke, ceritanya saya potong sampai di sini saja. Setelah itu kami pulang dan sampai di rumah dengan selamat.

Keesokan harinya iseng-iseng saya tanya ke Zaki, binatang mana yang paling menarik perhatiannya kemarin?

Zaki menjawab dengan nada biasa-biasa saja. Rupanya dia tidak terlalu tertarik dengan binatang-binatang itu.

Tapi Zaki kemudian bilang bahwa hal yang paling menyenang baginya saat di tempat wisata kemarin adalah momen saat saya menggendongnya di tengah hujan rintik dengan berpayung sepotong karton.

H-haa..

Anda boleh tidak percaya. Tapi itulah anak-anak.

Hal-hal yang mungkin menurut kita kecil, biasa dan remeh, justru bisa menjadi hal yang amazing bagi mereka asal kita mau mengemasnya dengan cukup baik.

Dengan cara-cara inilah kita bisa membangun kebersamaan yang berkualitas dengan mereka meski dengan durasi yang lebih pendek.

Anda juga bisa baca 2 Hal Penting untuk Membangun Karakter Buah Hati Kita.

Hanya dengan perhatian dan kasih sayanglah mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang mudah berbagi dan berempati dengan sesamanya.

Saya, anda dan kita tahu hal tersebut tidak akan mudah.

Tapi demi keluarga dan buah hati kita,

kita akan tetap berusaha, bukan?


Karena Anda sudah membaca artikel ini sampai selesai,
apakah Anda juga berminat membaginya dengan teman-teman Anda?

Pri617

Author & Editor

Bukan seorang ayah yang sempurna. Hanya berusaha mewariskan sifat baik dan sikap positif untuk anak-anak kami.

2 komentar:

  1. yo opo bro carane gawe blog koyok ngene ?

    ReplyDelete