Kemarin sore, saya membeli 2 bungkus es campur di depot bakso yang cukup ramai di kompleks kami.
Yang ingin saya ceritakan bukan es campurnya, tapi sepasang suami istri dan putra mereka yang saya perkirakan masih berusia 2 tahun-an yang sedang menunggu pesanan datang.
Saya sempat melihat mereka memesan 2 porsi bakso jumbo dengan ekstra saus, seledri dan...
Ah, maaf... saya bukan mau membahas tentang kuliner...
Yang menarik perhatian saya adalah bagaimana mereka dengan tenangnya menikmati bakso, sedangkan anak mereka diposisikan duduk di atas meja makan pelanggan.
Kita tentu sepakat bahwa pemandangan ini adalah pemandangan yang kurang sedap untuk dilihat.
Dari sisi keamanan, jelas posisi tersebut membahayakan si kecil.
Jika si kecil sampai oleng atau terjatuh dan orangtuanya tidak sigap menangkapnya (karena lagi menikmati makanan), maka si kecil hanya punya 2 pilihan >>
Terbentur kursi,
atau langsung mencium lantai.
Sedangkan dari sisi bisnis, situasi ini juga tidak menguntungkan bagi si penjual. Karena pelanggan yang lain menjadi enggan untuk duduk di meja itu.
Pelanggan yang tadinya berencana untuk makan di tempat, bisa jadi mengurungkan niatnya karena tidak suka dengan hal tersebut.
Yang terakhir tentu dari sisi pendidikan anak.
Jelas ini hal yang salah.
Perilaku orangtua yang semacam ini jelas mengajarkan ketidak-sopanan kepada anak. Anak dididik untuk tidak menghargai orang-orang di sekelilingnya.
Mungkin mereka bisa berdalih, “Kan masih 2 tahun? Belum ngerti apa-apa?”
Tapi kita tentu tahu bahwa rentang usia 0-7 tahun adalah masa-masa “emas” anak. Yaitu masa dimana anak cepat sekali merespon apa yang ada di sekitarnya.
Apapun yang diajarkan oleh orangtuanya secara langsung,
maupun yang diajarkan secara tidak langsung, (dalam hal ini adalah kebiasaan orangtua yang dilihatnya setiap hari dan bagaimana orangtuanya memperlakukan dirinya),
akan langsung terserap dalam memori si anak.
Karena begitu sensitifnya masa-masa ini, maka pendidikan karakter (atau pendidikan akhlak) harus sudah mulai diajarkan.
Kenapa pendidikan karakter ini begitu penting?
Berbeda dengan pendidikan akademis yang sifatnya temporary, yaitu hanya diperlukan pada saat-saat tertentu saja,
pendidikan karakter akan terus berpengaruh pada anak hingga mereka dewasa.
Bagaimana ia bersikap dan berinteraksi dengan orang lain nantinya, dibentuk dari pendidikan yang kita ajarkan sejak mereka masih kecil ini.
Dalam kehidupannya nanti, anak-anak kita akan bertemu dengan banyak hal. Mereka akan punya pilihan, untuk mengikuti atau menghindari.
Jika kita masih hidup pada saat itu, mungkin kita bisa memberikan pendapat dan arahan sebagai bahan pertimbangan mereka. Tapi jika tidak, maka mereka akan mengandalkan apa yang ada di dalam diri mereka.
Gie |
Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang Demonstran pernah bilang,
“Hanya ada dua pilihan. Menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk menjadi manusia merdeka.”
Jaman terus berubah. Gaya hidup dan cara berinteraksi pun berubah. Tren-tren bermunculan. Entah itu tren yang baik ataupun tren yang buruk.
Dengan pendidikan karakter yang dibangun sejak dini, anak-anak ini akan punya kemampuan untuk mencerna lingkungan sekitarnya,
lalu dengan itu mereka mampu untuk menentukan sikap selanjutnya.
Yang bisa kita tangkap dari catatan Soe Hok Gie di atas adalah,
Ketika kita harus mengambil sikap, maka kita mengambil sikap bukan karena ikut-ikutan kelompok atau golongan.
Ketika harus memilih, kita memilih bukan demi kepentingan atau keuntungan pihak-pihak tertentu.
Kita memilih, karena memang itu yang harus kita pilih.
Titik.
Dengan bahasa yang lebih sederhana, pendidikan karakter akan menjadi “rumus” untuk menyelesaikan permasalahan yang akan ditemui nantinya.
Pendidikan karakter akan menjadikan anak-anak itu memiliki PRINSIP yang membuat mereka tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan.
Berikut ini ada satu cara paling mudah yang bisa diajarkan kepada anak-anak kita agar mereka dapat menentukan sikap tanpa tergoda untuk ikut-ikutan arus.
Dengan cara ini, anak-anak (atau bahkan kita) akan lebih mudah untuk menentukan apa yang harus dilakukan,
apakah kita harus mengikuti, ataukah kita harus menghindari?
Membangun mental sejak mereka lahir... |
Disebut 3 Pertanyaan Kunci karena memang ada 3 pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan sikap mana yang akan kita pilih.
Aturannya mudah, jika ketiga pertanyaan kunci ini menghasilkan jawaban “iya”, maka itulah sikap yang harus kita ambil.
Jika salah satunya ternyata menghasilkan jawaban “tidak”, maka kita sebaiknya menunda atau menghindari pilihan tersebut.
Pertanyaan kunci ke-1: Apakah hal tersebut BENAR?
Sebagai seorang muslim yang tinggal di sebuah negara berasas hukum, maka disebut benar jika ia sesuai dengan aturan agama dan negara.
Maka sebelum memilih sikap, tanyakan pertanyaan kunci pertama ini,
apakah hal tersebut sudah sesuai syariat dan undang-undang yang ada?
Jika jawabannya “iya”, maka lanjutkanlah dengan pertanyaan kunci kedua.
Pertanyaan kunci ke-2: Apakah hal tersebut PANTAS?
Sebagai penduduk negara yang memegang adat ketimuran, kita dan generasi selanjutnya diharapkan mampu untuk mempertahankan etika kesopananan dan norma kepantasan.
Maka sebelum berbuat lebih jauh, pertanyaan yang harus kita ajukan adalah, apakah hal tersebut memang pantas untuk dilakukan?
Sebab akan ada hal-hal yang BENAR untuk dilakukan namun tidak PANTAS untuk dikerjakan.
Namun jika jawaban untuk pertanyaan yang kedua ini juga “iya”, maka ajukan satu lagi pertanyaan berikutnya.
Pertanyaan kunci ke-3: Apakah hal tersebut PERLU?
Ya.
Adakalanya beberapa hal sudah memenuhi dua pertanyaan sebelumnya - yaitu BENAR dan PANTAS - namun ternyata masih belum PERLU untuk dilakukan pada saat itu.
Jika kondisinya seperti ini, maka tidaklah bijak jika kita tetap melakukannya.
Ketika anak kita disakiti oleh seseorang, adalah tindakan yang benar dan pantas jika kita melaporkan orang tersebut ke polisi.
Namun jika tindakan tersebut dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya, maka apa yang dilakukan oleh orangtua murid sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Karena tindakan sang guru tersebut adalah demi mendidik murid-muridnya. Tentu berbeda halnya jika kemudian ditemukan ada unsur penganiayaan dalam tindakan tersebut.
Benar | Pantas | Perlu |
Intermezzo:
Suatu saat dengan tiba-tiba saja perut kita merasa mulas. Pada saat itu, melepaskan kentut adalah hal yang benar dan perlu untuk dilakukan karena untuk menghindari kondisi yang lebih parah.
Akan tetapi ketika hal tersebut terjadi di sebuah acara jamuan makan, maka hal tersebut sangat tidak pantas dilakukan.
Ini adalah salah satu contoh hal yang benar dan perlu namun tidak pantas untuk dilakukan.
Contoh lain misalnya warga yang main hakim sendiri dengan membakar seorang begal motor yang kerap membunuh korbannya.
Tentu tindakan tersebut pantas dilakukan dan perlu untuk menimbulkan efek jera bagi para pelaku lainnya. Namun hal tersebut tidak dibenarkan oleh agama, apalagi negara.
Jadi jelas, sangat penting untuk menggunakan 3 pertanyaan kunci ini sebagai rambu-rambu bagi kita dan anak-anak kita agar mampu menentukan pilihan serta mengambil sikap dengan benar, di saat yang tepat.
Jadi sekarang,
jika anda masih bertanya-tanya apa pentingnya pendidikan karakter ditanamkan sejak dini,
silahkan baca artikel ini dari awal lagi.
Karena Anda sudah membaca artikel ini sampai selesai,apakah Anda juga berminat membaginya dengan teman-teman Anda?
Memang perlu ya kang pendidikan karakter ditanamkan sejak dini itu...
ReplyDeletebukan perlu lagi mang... tapi harusss,
ReplyDelete