Jika saya ditanya siapa sahabat Rasulullah
yang paling cerdas?
Maka saya dengan pasti akan menjawab, Saad
bin Abi Waqqash orangnya.
Kenapa?
Saad bin Abi Waqqash memang bukan sahabat
yang mengerti tentang sains,
atau menguasai banyak bahasa asing seperti
halnya Zaid bin Tsabit.
Saad juga bukan sahabat yang menghafal
banyak sabda-sabda dari Nabi seperti Abu Hurairah.
Saad juga tidak memiliki gelar “Pintu
Ilmu” seperti Ali bin Abi Thalib.
Saad bin Abi Waqqash hanyalah seorang
panglima perang yang memiliki kemampuan memanah yang sangat hebat.
Bidikannya sangat kuat dan selalu tepat
sasaran.
Bahkan diceritakan dalam salah satu
peperangan, Saad berhasil menewaskan seorang Kafir tepat di lehernya...
... dengan panah yang sudah patah
ujungnya!
Namun bukan itu yang membuat saya
menganggap Saad sebagai seorang sahabat yang paling cerdas.
Alasannya adalah,
karena Saad bisa menjawab “tantangan” yang diberikan Rasulullah dengan
jawaban yang tepat dan benar-benar di luar ekspektasi kita.
Begini tantangannya.
Suatu ketika,
Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam pernah
berkata kepada Saad seperti ini,
“Wahai Saad, mintalah sesuatu! Nanti aku akan memintakannya kepada Allah.”
Sungguh, ini sebuah hal yang sangat besar!
Jika seorang Nabi yang berkata seperti
itu, maka sudah pasti permintaan tersebut akan terkabulkan.
Tidak mungkin tidak!
Kalau Anda yang diberi kesempatan semacam
ini,
apa permintaan Anda???
Jawaban ini yang akan membedakan Anda
dengan Saad bin Abi Waqqash.
Siapa itu Saad bin Abi Waqqash?
Saad bin Abi Waqqash nama aslinya adalah
Saad bin Malik Az-Zuhri. Cucu dari Uhaib bin Manaf yang merupakan paman dari ibunda
Rasulullah.
Ia masuk Islam saat usianya 17 tahun dan
termasuk di dalam orang-orang yang terdahulu masuk Islam.
Saad adalah seorang ksatria berkuda yang
paling berani.
Ia adalah seorang pemanah yang sangat
mahir.
Bahkan disebutkan dalam buku Biografi 60
Sahabat Nabi, karya Khalid Muhammad Khalid,
bahwa Saad adalah orang yang pertama kali
melepaskan anak panah di jalan Allah, dan yang pertama kali pula terkena anak
panah.
Kita tentu pernah mendengar sebuah hadits
yang mengatakan begini,
bahwa pada suatu kesempatan saat berkumpul
dengan para sahabatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba mengatakan,
“Sebentar lagi akan muncul seorang
penduduk surga,”
lalu kemudian masuklah seorang laki-laki
yang membuat para sahabat yang lain merasa kagum.
Ya, laki-laki tersebut adalah Saad bin Abi
Waqqash.
Dialah sahabat yang tidak pernah menaruh
dengki dan memiliki niat jahat terhadap seorang pun di kalangan kaum Muslimin.
Dialah seorang sahabat yang tetap
memperlakukan ibunya dengan kasih sayang meski sang ibu mati-matian menentang
ke-Islamannya.
Lalu kenapa Saad bin Abi Waqqash saya
sebut sebagai sahabat yang paling cerdas?
Saad adalah salah seorang shabat yang
sangat cinta kepada Rasulullah.
Pada suatu ketika, Saad melakukan sesuatu
yang menyenangkan hati Rasulullah.
Maka beliau kemudian memanggil Saad dan
berkata kepadanya,
“Wahai Saad, mintalah sesuatu! Nanti aku
akan memintakannya kepada Allah.”
Jika kita yang mendapat kesempatan seperti
ini, maka saya yakin jawaban kita akan berbeda dengan jawaban yang diberikan
Saad.
Kita mungkin akan meminta harta atau
kekayaan.
Kita mungkin akan meminta dijamin masuk
Surga.
Kita mungkin juga akan meminta kehidupan
yang tenang dan tenteram,
dan lain sebagainya.
Tapi berbeda dengan sahabat yang satu ini.
Saad radhiallahu ‘anhu hanya meminta
kepada Rasulullah agar setiap doa yang keluar dari mulutnya didengar dan
dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala...
Nah, kemampuan mana lagi yang lebih hebat
daripada doa yang pasti dikabulkan?
Jawaban apa lagi yang lebih cerdas dari jawaban ini?
Maka Rasulullah pun mendoakan Saad,
“Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya, dan kabulkanlah
doanya.”
Maka sejak doa tersebut dipanjatkan Rasulullah,
Saad telah memiliki dua senjata yang paling ampuh,
yaitu panahnya dan doanya.
***
Di dalam perang Uhud, saat keadaan Rasulullah begitu
terjepit kala itu,
Rasulullah memberikan anak panahnya kepada Saad seraya
berkata,
“Panahlah, wahai Saad. Ibu dan ayahku menjadi jaminan
bagimu!”
Ucapan Rasulullah ini menjadi motivasi yang sangat besar
bagi Saad.
Karena dalam sejarah Islam,
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah sekalipun
menyediakan ayah dan ibunya sebagai jaminan seseorang,
kecuali kepada Saad bin Abi Waqqash.
Sedangkan tentang keampuhan doa Saad ini banyak riwayat yang menceritakannya.
Suatu ketika, Saad mendengar ada seseorang
yang memaki-maki sahabat Nab seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah dan Zubair.
Saad kemudian menegur dan melarang orang
tersebut untuk melanjutkan caciannya.
Saad juga mengatakan akan mendoakan orang
tersebut kepada Allah.
Akan tetapi orang tersebut tidak
menghiraukannya dan justru menantangnya,
“Apakah kamu mau menakut-nakuti saya?
Memangnya kamu itu Nabi?!”
Maka Saad kemudian pergi berwudlu dan
menunaikan shalat 2 rakaat.
Lalu ia kemudian mengangkat kedua
tangannya dan mulai berdoa,
“Ya Allah, jika menurutMu orang ini telah
memaki orang yang telah mendapatkan kebaikan dariMu,
dan hal ini mengundang kemurkaanMu,
maka jadikanlah hal itu sebagai pertanda
dan pelajaran.”
Tiba-tiba, tidak lama setelah itu, muncul
seekor unta liar yang berontak dan mengamuk.
Unta itu kemudian menerjang pencaci tadi, lalu
menginjak-injaknya hingga tewas di tempat.
Versi lain yang tersebut di dalam
Al-Mustadrak 3/99, diceritakan bahwa lelaki tersebut terlempar dari kudanya.
Lalu kepalanya menghantam sesuatu yang keras hingga pecah, dan lelaki itu pun
langsung mati.
Ada cerita yang lain lagi tentang
ke-mustajab-an doa Saad bin Abi Waqqash ini.
Saat itu dirinya ditunjuk oleh Khalifah
Umar bin Khattab sebagai Gubernur di Kufah.
Seseorang yang bernama Usamah bin Qatadah
berkomentar tentang dirinya.
Ia berkata kepada orang-orang bahwa Saad
adalah orang yang tidak pernah ikut dalam sariyah (peperangan yang Rasulullah
tidak ikut di dalamnya),
tidak pernah membagi sama rata dan tidak
menetapkan hukum dengan adil.
Mendengar fitnah ini, Saad sangat marah.
Lalu ia mengatakan,
“Demi Allah Azza wa Jalla, sesungguhnya
aku berdoa akan 3 hal: Ya Allah, jika orang ini berbohong dan ia mengatakan hal
tersebut karena riya’,
Maka panjangkanlah umurnya, panjangkanlah
kemiskinannya, dan hadapkanlah ia pada fitnah dan cobaan.”
Hingga kemudian doa Saad ini dikabulkan
oleh Allah. Usamah bin Qatadah menjadi seorang yang tua, miskin dan buta.
Ketika kemudian ia ditanya tentang
keadaannya, ia hanya bisa mengatakan,
“Aku adalah orang tua yang terkena doanya
Saad.”
0 komentar:
Post a Comment